Laman

Sabtu, 04 April 2009

Kapal Motor Tenggelam, 11 Penumpang Tewas




Tolitoli:Sebuah kapal motor berpenumpang 17 orang tenggelam diterjang ombak di perairan laut Mangkalian, Kalimantan Timur. Lima orang berhasil selamat, seorang tewas dalam perjalanan, dan 11 orang dilaporkan hilang.

Informasi yang dikumpulkan dari lapangan menyebutkan,
kapal tersebut berangkat dari pulau Balikukup dengan
tujuan kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, Sabtu (21/1) malam. Kapal tak bernama itu tenggelam hari Minggu (22/1) pagi. Kencangnya ombak di Selat Makassar membuat kapal berkapasitas 3 ton itu terombang-ambing dan tenggelam.

Lima penumpang berhasil diselamatkan oleh kapal motor nelayan yang melintas di sekitar perairan tersebut.
Menurut seorang korban, Ashari (23), seluruh rombongan yang menumpang di kapal itu adalah satu keluarga yang akan kembali ke Tolitoli. Ia berasal dari Desa Kapas,
Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli.

Ashari mengaku sudah lama merantau di Kalimantan Timur
dan berencana pulang ke kampung halamannya. Saat di tengah laut, kapal motor mereka disapu ombak hingga
tenggelam.

Satuan penanganan korban Bencanana dan Pengungsi Kabupaten Tolitoli, Nasaru Abdul Latif saat dikonfirmasi Kamis ini (26/1) mengatakan 11 warga yang hilang adalah fitriani (2) Agustina (19) Koher (50) Eleng (40) Naim (50), dan Yasin (40) yang juga sebagai pemilik kapal. Nama lainnya adalah Rustamina, Wawan Rusni, Kaharudin dan Sumang.

Sementara korban yang selamat, Ashari (23), Arsyad (40), Empet (40), Kaman (40) dan Hardi (7 ). Satu warga yang tewas adalah Jesrian (3).

Lima korban selamat kini masih mendapatkan perawatan
intensif di Rumah Sakit Umum Mokopido Tolitoli.

KM Dharma Manggala Kandas Di Tanjung Bira

KM Dharma Manggala yang sejak awal Februari 2003 melayani penyeberangan Bira (Bulukumba)-Pamatata, Kabupaten Selayar (Sulsel), mengalami musibah tidak jauh dari dermaga tanjung Bira, Bulukumba, Rabu malam.

Kapal jenis "roro" yang memuat 107 penumpang, empat buah bus, satu unit mobil kanvas dan lima sepeda motor bertolak dari dermaga Bira menuju Selayar pukul 19.00 wita. Namun 45 menit setelah meninggalkan dermaga itu, tiba-tiba ombak besar menghantam, seiring dengan bertiupnya angin kencang, sehingga kapal kandas sekitar 100 meter dari tempatnya bertambat.

Hantaman ombak yang cukup deras disertai angin kencang pada malam itu membuat kapal kandas dan miring sehingga air masuk ke perut kapal setinggi tiga meter.

Nakhoda kapal bersama ABK-nya dibantu beberapa aparat pelabuhan Tanjung Bira berhasil mengevakuasi seluruh penumpang ke darat, sementara kendaraan terendam air dan sulit diangkut dari dalam perut kapal tersebut.

"KM. Dharma Manggala yang sebelumnya beroperasi di Jawa Timur melayari rute Surabaya - Kaliangat, tidak tenggelam tetapi cuma kandas," kata Kepala cabang Dharma Lautan Utama, Budiyono yang dihubungi di Makassar, Rabu malam.

Menurutnya, pelabuhan Bira tampak agak dangkal dan airnya terkadang surut saat kapal akan berlayar, apalagi pada malam musibah tersebut tiba-tiba dihantam ombak keras dan angin kencang.

Saat kapal tersebut lepas tambat dari pelabuhan Bira, cuaca dalam keadaan baik tetapi ketika kapal baru meninggalkan dermaga sekitar 100 meter, tiba-tiba berhembus angin kencang disertai ombak besar (Bombang Tellue, bahasa Bugis), menjadikan kapal kandas.

Semua penumpang berhasil dievakuasi, sementara kendaraan akan diupayakan dievakuasi hari Kamis ini bekerjasama instansi terkait di pelabuhan itu, katanya seraya menyatakan, KM. Dharma Manggala yang dinakhodai Beatus Badi Idong tidak dalam posisi tenggelam, tetapi hanya kandas tidak jauh dari dermaga itu.

Pihak perusahaan tetap bertanggungjawab kepada seluruh penumpang kapal tersbut dan akan memberikan biaya yang ingin kembali ke Makassar maupun yang akan melanjutkan pelayaran ke Selayar, katanya menambahkan.

Kadis Perhubungan Sulsel, Drs. H. Tadjuddin Noor yang dihubungi secara terpisah membenarkan hal itu namun belum mengetahui pasti penyebab terjadinya musibah kapal tersebut.

Titik Rawan Bencana Luput dari Pantauan BMG




Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Wilayah IV Makassar mengimbau agar pemerintah kota dan kabupaten di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat memasang alat peringatan dini bencana pada sejumlah titik rawan gempa. "Sebaiknya setiap daerah memasang alat untuk peringatan dini. Berdasarkan skala prioritas, wilayah yang harus didahulukan adalah Bone, Sinjai, atau Selayar di bagian selatan Sulawesi Selatan. Selain itu, Parepare atau Pinrang di bagian utara dan Polewali Mandar di Sulawesi Barat," kata Hanafi Hamzah, Kepala Subbidang Pelayanan Jasa BMG Wilayah IV Makassar, Selasa (3/4).

Evakuasi KM Nusa Damai Sebaiknya Diambil Alih Pusat

Proses evakuasi Kapal Motor (KM) Nusa Damai yang tenggelam di kolam labuh Pelabuhan Ippi, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, sebaiknya diambil alih pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten Ende dinilai tak mampu lagi menangani evakuasi kapal yang tenggelam pada 26 September 2004 itu. "Pelabuhan Ippi sudah dua tahun lebih nyaris tak ada kegiatan. Hanya kapal-kapal kargo yang masuk, kapal besar tak bisa masuk," kata ekspeditor dari PT Varia Ende Raya, Joni Rasyid, mengeluhkan dampak dari tenggelamnya kapal tersebut, Selasa (3/4). Bupati Ende Paulinus Domi mengaku, pemerintah kabupaten tak punya dana untuk evakuasi. Karena itu, hal tersebut akan dilakukan pihak ketiga.

Tragedi Karamnya KMP Tampomas II


Kecelakaan pelayaran nasional yang cukup tragis di Indonesia adalah tenggelamnya kapal motor penumpang KMP Tampomas II di sekitar kepulauan Masalembo (114°25′60″BT — 5°30′0″LS) Laut Jawa (termasuk ke dalam wilayah administratif provinsi Jawa Timur). KM Tampomas II terbakar di laut dan karam pada tanggal 27 Januari 1981, merenggut ratusan nyawa penumpangnya.
Tampomas II berlayar dari Jakarta menuju Sulawesi dengan membawa puluhan kendaraan roda empat, sepeda motor dan 1054 penumpang terdaftar serta 82 kru kapal. Perkiraan mengatakan total manusia di kapal tersebut adalah 1442 orang (perkiraan tambahan penumpang gelap). Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari beberapa bagian mesin mengalami kebocoran bahan bakar, didugapercikan api timbul dari puntung rokok yang melalui kipas ventilasi yang menjadi penyebab kebakaran. Para kru melihat dan gagal memadamkannya dengan tabung pemadam kebakaran portable. Api menjalar ke dek lain yang berisi muatan yang mudah terbakar, asap menjalar melalui jalur ventilasi dan tidak berhasil ditutup. Api semakin menjalar ke kompartemen mesin karena pintu dek terbuka. Selama dua jam tenaga utama mati, generator darurat pun gagal dan usaha memadamkan api seterusnya sudah tidak mungkin.

Tigapuluh menit setelah api muncul para penumpang diperintahkan untuk segera menaiki sekoci, hal ini pun sangat lambat sebab hanya satu jalan bagi penumpang untuk diturunkan ke sekoci. Sebagian penumpang terjun bebas ke laut menghindari kobaran api, sebagian lagi menunggu di dek dan panik menunggu pertolongan selanjutnya.

Di tanggal 26 Januari Laut Jawa mengalami hujan deras, api menjalar ke ruang mesin di mana terdapat ruang bahan bakar yang tidak terisolasi. Pagi hari 27 Januari terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke ruang mesin (ruang propeler dan ruang generator terisi air laut), yang membuat kapal menjadi miring 45° dan tenggelam 30 jam sejak percikan api pertama menjalar.

Sampai tanggal 29 Januari tim SaR gagal melakukan pencarian karena besarnya badai laut, dan 5 hari kemudian 80 orang yang selamat dalam sekoci ditemukan 150Km dari lokasi kejadian karamnya Tampomas. Estimasi tim menyebutkan 431 tewas (143 ditemukan mayatnya dan 288 hilang/karam bersama kapal) dan 753 berhasil diselamatkan. Sumber lain (pemerintah?) menyebutkan 666 tewas.

Kapal yang dinakhodai oleh Kapten Rifai ini merupakan kapal pembelian dari Jepang. Isu yang beredar adalah kapal motor yang sudah berumur lebih dari 25 tahun yang dibeli dari Jepang (Screw Steamer 6073 tahun 1956 berukuran 6140 GRT [wikipedia]) yang dimodifikasi tahun 1971. Hasil investigasi kapal tersebut adalah kapal bekas yang dipoles dan dijual dengan harga dua kali lipatnya.

Tak ada pejabat yang bertanggung jawab, semuanya berujung dengan kesalahan awak kapal. Hasil penyidikan Kejaksaan Agung yang menugaskan Bob Rusli Efendi Nasution sebagai Kepala Tim Perkara pun tidak ada tuntutan kepada pejabat yang saat itu memerintah, salah satunya J.E. Habibie sebagai Sekretaris Ditjen Perla. Skandal ini kemudian ditutup-tutupi oleh pemerintahan Suharto-Habibie, kendati banyak tuntutan pengusutan dari sebagian anggota parlemen. Dalam suatu acara dengar pendapat yang diadakan oleh DPR-RI tentang kasus ini, Menteri Perhubungan menolak permintaan para wakil rakyat untuk menunjukkan laporan Bank Dunia yang merinci pembelian kapal bekas seharga US$8.5juta itu. Makelar kapal Tampomas II — Gregorius Hendra yang mengatur kontrak pembelian antara Jepang dan pemerintah Indonesia itu juga lepas dari tuntutan Kejaksaan Agung.

Setelah Tampomas pelayaran nasional mulai diwadahi dengan kapal yang lebih besar dan cukup mewah yaitu Kerinci, Kambuna, Umsini dan Rinjani. Dua kali saya pernah nongkrong 25 jam di dek belakang ruang kemudi KMP Rinjani selama perjalanan Tanjung Perak - Makassar, juga perjalanan pulangnya. Sekarang KMP Rinjani dihibahkan kepada TNI Angkatan Laut oleh PT Pelni.

Kapal Kayu Terhempas Ombak, Enam Tewas

Setelah melakukan pencarian selama dua hari, akhirnya tim SAR di perairan Selayar,

menemukan korban terakhir tenggelamnya kapal kayu KM Abang Sayang. Korban tersebut bernama Khaeruddin, 35, ditemukan disekitar Patu 100 meter

dari pesisir Pantai Selayar.

Hal tersebut dikemukanan Sekretaris Satuan Penanggulangan Bencana Kabupaten Selayar Sisbullah Kamaruddin, saat dihubungi Media Indonesia, Minggu (30/12).

Seperti diketahui, Khaeruddin adalah satu dari 13 penumpang KM Abang Sayang yang terbalik Jumat (28/12) lalu di perairan Selayar saat melakukan penyeberangan dari Pelabuhan Barang-Barang menuju Pulau Bahuluang,

Kecamatan Bonto Sikuyu, Kabupaten Selayar, karena terhantam ombak setinggi

lima meter terjadi di sekitar Selat Appatana sebelah selatan Kabupaten

Selayar.

Akibatnya, enam penumpang termasuk Khaeruddin dinyatakan tewas dan tujuh lainnya dinyatakan selamat setelah ditemukan tim SAR terombang-ambing di lautan selama sehari semalam.

Dari tujuh penumpang yang selamat, enam di antaranya sudah dijemput keluarga sementara satu penumpang selamat,

Ibrahim, 36, masih dirawat di Puskesmas Lawo, Kabupaten Selayar karena masih perlu perwatan intensif karena masih

perlu tambahan cairan tubuh.

Sementara, enam penumpang yang dinyatakan tewas dan ditemukan Sabtu

(29/12), semua sudah dikebumikan oleh keluarganya di kampung halaman masing-masing. Sementara Khaeruddin, korban yang baru ditemukan, baru akan

dijemput dan dibawa sementara ke Puskesmas Lowa hingga keluarganya dari

Bahuluang menjemput.

"Atas kejadian tersebut, Pemerintah Kabupaten Selayar berencana memberi

santunan bagi korban yang tewas dan selamat, ungkap Sisbullah. Hanya saja,

Hisbullah belum dapat menyebutkan berapa santunan yang akan diberikan bagi korban kapal tersebut.

Kapal Abang Sayang yang terbalik karena terhantam ombak setinggi lima meter tersebut, berdasarkan laporan tim SAR diketahui, mengangkut sejumlah pedagang dengan bobot melebihi 20 ton dan dinahkodai Herman, 39, meninggalkan Pulau Barang-Barang menuju Bahuluang pukul 17.00 wita.

Berdasarkan lamanya perjalanan, harusnya mereka bisa tiba ditujuan pukul 21.00 wita, tapi sayangnya sekitar pukul 19.00 wita, terjadi badai besar dan kapal merekapun terhempas dan akhirnya terbalik.

Tragedi Ferry Levina dan Ke-TIDAK-selamatan Transportasi


Tragedi ganda menimpa lagi lautan kita. Setelah kebakaran dan menelan korban, kapal Ferry Levina menimbulkan korban justru pada orang yang sedang menyelidiki kebakaran itu. Selain duka atas hilangnya nyawa para profesional media dan polisi secara mengenaskan, untuk melihat kedepan banyak timbul pertanyaan. Bambang Harymurti menyatakan di televisi bahwa kematian mereka merupakan "senseless deaths" dan harus menjadi tanggungjawab perusahaan media yang kurang memberi survival training. Pihak lain mengatakan otoritas KNKT seharusnya menjamin keselamatan tamu di kapal berbahaya itu.

Wimar's World Rabu 28 Februari akan membahas kejadian Levina dalam konteks keselamatan (dan ke-tidak-selamatan) sarana transportasi di Indonesia

Sekilas Tragedi Levina

Kapal Motor (KM) Levina 1 milik PT Praga Jaya Santosa dibuat 27 tahun lalu dan dibeli dari Hayazuru Maru pada awal 2000. Levina 1 terbakar di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Kamis pagi (22/2) sekitar pukul 04.30. Kapal penumpang rute Pelabuhan Tanjung Priok-Pangkal Balam, Bangka, tersebut baru berangkat berlayar sekitar tiga jam sebelumnya.
Berdasar manifes perjalanan (pemberitahuan pabean mengenai jenis pengangkut dan daftar muatan yang diangkut yang didaftarkan pada saat keberangkatan - Red) kapal ini mengangkut 275 penumpang termasuk awak kapal, 31 unit truk, dan 8 kendaraan roda empat. Namun kemudian diketahui jumlah penumpang seluruhnya 316 orang karena anak-anak dan bayi yang tidak memiliki tiket tidak masuk penghitungan.

Dari kesaksian para korban yang selamat, sumber api diduga dari sebuah truk yang parker di dek kendaraan. Muatan truk masih dalam penyelidikan tapi diperkirakan mengandung bahan kimia yang mudah terbakar.

Ketika tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) bersama tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri dan juga wartawan sedang melakukan penyelidikan mengenai sebab-musabab kebakaran kapal tersebut pada Minggu (25/2). Kapal terbalik dan tenggelam dimana saat itu ada 26 orang berada di atas kapal.
Secara keseluruhan dari dua peristiwa tersebut hingga Selasa (27/2) dilaporkan 282 orang selamat dan 51 orang meninggal dunia. Sembilan orang sisanya masih belum ditemukan dengan tiga diantaranya seorang kameramen SCTV dan dua anggota Puslabfor.

Tragedi Levina 1 merupakan kisah teranyar rentetan tragedi dari ketidak-amanan transportasi di Tanah Air. Sebelumnya kita telah dibuat pilu dengan tenggelamnya KM Senopati Nusantara dan hilangnya pesawat Adam Air. Untuk KM Senopati 233 orang korban selamat dan 46 orang meninggal dunia. Sedangkan yang masih hilang atau belum ditemukan sebanyak 349 orang. Sedangkan Adam Air menelan korban 102 orang.

Tragedi transportasi tersebut telah membuat masyarakat menuntut sejumlah pejabat terkait termasuk Menteri Perhubungan Hatta Radjasa mundur. Namun baru setelah peristiwa Levina 1, Menteri Perhubungan Hatta mengganti sejumlah pejabat struktural di lingkungan Departemen Perhubungan. Direktur Jenderal Perhubungan Udara M Iksan Tatang, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Harijogi, dan juga ketua KNKT termasuk dalam daftar pejabat yang diganti. Sebelum ada berita pergantian tersebut mereka dijadwalkan akan menjadi tamu dalam Wimar’s World.

Update 27 Feb: Data Kecelakaan Transportasi 2007

KM Levina 1 (Jakarta – Bangka)

* Tanggal kejadian : Kamis, 22 Februari 2007
* Kejadian : Terbakar dan tenggelam di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta
* Dugaan penyebab : Api dari sebuah truk bermuatan zat kimia di dek kapal
* Jumlah penumpang : 316 (manifes 275 penumpang)
* Jumlah korban : 54 orang (50 akibat kapal terbakar), enam hilang

Adam Air KI 172 (Jakarta – Surabaya)

* Tanggal kejadian : 21 Februari 2007
* Kejadian : Kecelakaan saat mendarat sehingga badan pesawat patah
* Dugaan penyebab : Hardlanding di Bandara Juanda, Surabaya
* Jumlah penumpang : 148
* Jumlah korban : Tidak ada korban meninggal
* Penghentian pencarian : -

Kereta Ekonomi Bengawan (Solo - Jakarta)

* Tanggal kejadian : 29 Januari 2007
* Kejadian : Tiga gerbong terguling di stasiun Bangodua, Cirebon
* Dugaan penyebab : Kereta anjlok akibat sarana tidak memadai
* Jumlah penumpang : -
* Jumlah korban : Tidak ada korban tewas

Kereta Ekonomi Bengawan (Solo – Jakarta)

* Tanggal kejadian : 16 Januari 2007
* Kejadian : Salah satu gerbong terjebur ke sungai di Banyumas, Jawa Tengah
* Dugaan penyebab : Kereta anjlok akibat sarana tidak memadai
* Jumlah penumpang : -
* Jumlah korban : 5 tewas dan sedikitnya 50 orang cidera

Adam Air KI 574 (Surabaya – Menado)

* Tanggal kejadian : 1 Januari 2007
* Kejadian : Hilang dan tenggelam di perairan Majene, Sulawesi Barat
* Dugaan penyebab : Belum diketahui karena kotak hitam belum berhasil diangkat dari dasar laut
* Jumlah penumpang : 102 orang
* Jumlah korban : 102 orang
* Penghentian pencarian : 27 Januari 2007 setelah kapal USNS Mary Sears milik Amerika Serikat mendeteksi lokasi kotak hitam pada 25 Januari

KM Senopati Nusantara (Teluk Kumai, Kalimantan – Semarang)

* Tanggal kejadian : 30 Desember 2006
* Kejadian : Karam di perairan Kepulauan Mandalika, Jepara, Jawa Tengah
* Dugaan penyebab : Kelebihan penumpang dan angkutan serta cuaca buruk
* Jumlah penumpang : Manifes 628
* Jumlah korban : 46 meninggal, 349 hilang
* Penghentian pencarian : 21 Februari 2007

KM Lautan Windu Tenggelam, Lima Penumpang dan ABK Hilang


KM Lautan Windu I yang berlayar dari Pelabuhan Luwuk (ibukota Kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah/Sulteng) tujuan Surabaya tenggelam di Selat Sepanjang--bagian utara Pulau Bali, mengakibatkan lima penumpang dan anak buah kapal (ABK)-nya belum ditemukan.

Kepala Kantor Syahbandar Luwuk, Basir Layts, yang dihubungi dari Palu, Rabu, membenarkan musibah tenggelamnya kapal milik PT Banggai Sentral Shrimp (BSS) itu.

Ia mengatakan sesuai laporan terbaru yang diterima pihaknya dari petugas pengamanan laut Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya kapal tersebut tenggelam pada Ahad (8/9) dini hari.

"Laporan tersebut juga menyebutkan lima penumpang dan ABK-nya belum ditemukan, sementara 24 lainnya berhasil diselamatkan KM Yokohama dan mereka kini telah dievakuasi ke Pelabuhan Kendari (Sultra)," katanya.

Korban kecelakaan laut yang dilaporkan belum ditemukan yakni Husaini (Mualim I), Sukirto (karyawan PT BSS), dan penumpang Bunawi beserta istri dan anaknya berusia tujuh tahun.

Layts mengatakan kemungkinan besar musibah tenggelamnya KM Lautan Windu I disebabkan "force majeuer", karena sesuai laporan sejumlah penumpang dan ABK yang selamat, kapal mereka sebelum terbalik dihajar gelombang laut setinggi lebih lima meter.

"Dugaan ini cukup beralasan, sebab kondisi cuaca di Laut Jawa hingga sekitar Pulau Selayar (Sulsel) --sesuai laporan kapal-kapal yang tiba di Pelabuhan Luwuk sedang dalam masa pancaroba," tuturnya.

Ia juga mengatakan ketika KM Lautan Windu I angkat sauh meninggalkan Pelabuhan Luwuk menuju Pelabuhan Tanjung Perak, kapal bertonase 817 gross ton itu mengangkut 42 peti kemas berisi barang campuran dengan total berat 600 ton.

Barang camupran tersebut antara lain kayu olahan, rumput laut, dan udang windu beku sebanyak 200 ton yang akan diekspor ke Perancis.

"Jadi jika mengacu pada daftar manifest yang dikeluarkan Kantor Syahbandar Luwuk, samasekali tidak terdapat kelebihan muatan," ujarnya.

"Apalagi saat cuaca buruk menjelang kapal itu tenggelam, ada pesan SOS (kapal dalam bahaya) diterima KM Yokohama yang berada di dekat lokasi kejadian," katanya menambahkan.

Menjawab pertanyaan, Layts mengatakan tim dari Badan SAR Nasional dan sejumlah kapal swasta niaga yang dimintai PT BSS telah dikerahkan ke lokasi musibah untuk mencari semua penumpang yang belum ditemukan.

"Upaya pencarian hingga Rabu pagi ini masih terus dilakukan, namun sesuai laporan terakhir belum ada perkembangan," katanya.

Bangkai KM Abang Sayang Ditemukan


Badan SAR Nasional (Basarnas) Selayar berhasil menemukan bangkai KM Abang Sayang yang terbalik akhir pekan lalu di bagian selatan perairan Selayar. Basarnas menemukan bangkai kapal nahas itu bersama para nelayan setempat yang membantu melakukan pencarian.
Sekretaris Saktkorlab Penanggulangan Bencana Selayar, Hisbullah Kamaruddin, menyatakan, bangkai kapal tersebut ditemukan, Senin petang, 31 Desember, sekira pukul 18.00 Wita.

Kapal itu ditemukan di Tanjung Bonto Tiro, Kelurahan Appatana, Kecamatan Bonto Sikuyu, Maritim Selayar. "Kira-kira 30 mil dari bibir pantai perairan Selayar," jelasnya.

Hisbullah mengaku, tiga tas yang diduga milik penumpang kapal juga ditemukan. Namun hingga siang tadi, upaya evakuasi belum juga dilakukan mengingat cuaca yang belum mendukung. (m03)

Jolloro Tenggelamkan 3 Nyawa


Kecelakaan laut terjadi lagi. Kali ini di perairan Pangkajenne Kepulauan (Pangkep) Sulsel, tepatnya di Pulau Badi. Sebuah perahu nelayan yang oleh masyarakat setempat lazim menyebutnya Jolloro dengan jumlah penumpang 36 orang berikut juru mudinya, tenggelam karena over capacity. Tiga meninggal, satu orang dinyatakan hilang. Selebihnya selamat. Polisi melakukan evakuasi dan pencarian korban.

Kapolsek Liutkang Tupa'biring Kabupaten Pangkep AKP Halik Abhan saat dikonfirmasi via ponselnya menjelaskan, perahu nelayan naas yang bertolak dari Pulau Badi, Desa Mattirodeceng, Kecamatan Liukang Tupa'biring, Pangkep tujuan pelabuhan Paotere, Makassar ini tenggelam Sabtu pagi (28/2) sekitar pukul 08.00 Wita.

Perahu tanpa nama ini, kata Halik Abhan, sebenarnya berukuran kecil yakni panjang 13 meter dengan lebar hanya 1,5 meter, namun dipaksakan memuat hingga 36 orang termasuk juru mudinya, Wahin Bin Haruna (45). Padahal sebenarnya kapasitas perahu ini hanya untuk 15 hingga 20 orang.

"Jadi perahu tersebut tenggelam bukan karena cuaca buruk melainkan karena kelebihan muatan. Yakni baru 10 menit berlayar meninggalkan Pulau Badi dengan jarak 1 mil laut tiba-tiba kapal ini oleng dan langsung tenggelam. Penumpang yang tidak tahu berenang dan sudah lanjut usia akhirnya ikut tenggelam dan meninggal," ujar AKP Halik Abhan.

Tiga penumpang yang meninggal ini masing-masing laki-laki Hardini (40), perempuan Daerah Binti Lemang (60) dan Daeng Nadia (65). Sementara satu korban hilang yang masih dalam pencarian atas nama Supriadi alias Didi (40).

"Sementara ini juru mudinya atas nama Wahid Bin Haruna yang ikut selamat, kita amankan di kantor Polsek Liukang Tupa'biring," tambah AKP Halik Abhan.

Adapun 31 penumpang lainnya dievakuasi ke Pulau Badi. Penumpang ini, selain diselamatkan oleh kapal barang memuat batu merah yang tengah melintas, juga diselamatkan oleh kapal nelayan yang digunakan tim kepolisian dari Polsek Liukang Tupa'biring dibantu para nelayan setempat.

"Kami langsung turun ke laut melakukan evakuasi berikut pencarian korban yang hilang setelah mendapat informasi dari Kepala Desa Mattirodeceng, Abdullah," pungkas AKP Halik Abhan.

Gelombang Pasang Landa Perairan Selayar Kapal Panter Tetap Berlayar




Meski sudah beberapa pekan terakhir angin kencang yang disertai badai gelombang pasang air laut terus melanda wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Selayar dan sekitarnya. Akan tetapi, dari pantauan wartawan di lapangan masih juga terdapat sejumlah kapal-kapal angkutan penumpang dan barang yang terlihat melakukan aktivitas bongkar muat barang pada beberapa pelabuhan tradisional. Kondisi serupa juga kerap terlihat di dermaga Rauf Rahman Benteng dan dermaga Ferry Pattumbukang, Kabupaten Kepulauan Selayar.
Bahkan kapal-kapal tersebut tidak segan-segan berangkat saat kondisi kapal sedang sarat penumpang dan barang. Parahnya lagi, tidak sedikit di antara nakhoda kapal yang nekat memberangkatkan kapalnya pada malam hari. Meski kapal mereka tidak dilengkapi dengan peralatan keselamatan pelayaran, seperti : lampu senter, (sorot, red), kompas, pelampung penolong (Life Jacket) Ring Boy, Tuar, dan Radio Panggil.
Dan ironisnya, walaupun kapal-kapal tersebut sudah jelas-jelas melanggar rambu-rambu keselamatan pelayaran. Akan tetapi, dengan jaminan rupiah sejumlah oknum petugas Syahbandar yang ditugaskan pada masing-masing Pelabuhan atau pun dermaga terkadang tetap memberikan izin berlayar kepada kapal-kapal bandel yang acap kali tidak memperhatikan keselamatan jiwa penumpangnya.
Sembari menutup mata dengan fenomena yang terpampang di hadapannya, oknum petugas Syahbandar nakal tersebut pun langsung menandatangani surat izin berlayar yang disodorkan para nakhoda kapal Panter (Panggilan Terakhir Menuju Alam Peristrahatan, red). (*)

Pemkab Kepulauan Selayar Matangkan Persiapan Penanggulangan Bencana



Bupati Kabupaten Kepulauan Selayar, Drs. H. Syahrir Wahab, MM bertempat di Aula Rumah Jabatan Sapolohe (27/12) kemarin, berkenan memimpin langsung jalannya pertemuan dengan para Kepala SKPD dan personil Posko Badan Sar Nasional Kabupaten Selayar. Pertemuan ini kata Kabag Humas Pemkab Selayar, Atjo Patimbangi, Bsw dimaksudkan sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan akan terjadinya dampak bencana alam, khususnya yang diakibatkan oleh gelombang pasang air laut dan tingginya curah hujan pada musim barat tahun 2009 ini.
Dalam arahannya, Syahrir Wahab menginstruksikan para Kepala SKPD dan Camat untuk senantiasa tanggap dan sigap dalam mengantisipasi terjadinya bentuk kerugian material di masyarakat khususnya yang akan diakibatkan oleh tingginya curah hujan, gelombang pasang air laut (rob), angin kencang, longsor, banjir dan pohon tumbang yang kerap kali menimpa rumah pemukiman warga. Mengingat kondisi geografis daerah Kabupaten Kepulauan Selayar yang rawan bencana alam.
Terkait dengan hal tersebut, Syahrir Wahab memerintahkan para Kepala SKPD, Camat, dan Kepala Desa untuk secepatnya membuka posko penanggulangan bencana alam. Khususnya, pada titik-titik rawan bencana.
Selain itu, ia juga meminta para Camat dan Kepala Desa untuk melakukan survey pada titik-titik wilayah rawan bencana dengan membawa perlengkapan secukupnya, sesuai dengan bentuk kebutuhan.
Langkah ini dianggap penting untuk melakukan pengkajian lebih jauh guna memikirkan langkah-langkah kongkrit yang dibutuhkan untuk penanggulangan bencana pada wilayah tersebut.
Pada pertemuan tersebut, 11 orang camat yang terdapat di dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar juga berkesempatan menyampaikan laporannya terkait dengan titik-titik wilayah yang dianggap rawan bencana pada wilayah pemerintahannya masing-masing.
Penyampaian laporan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan langkah antisipasi dini dan penanganan awal terhadap segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi dalam musim barat tahun 2009 ini.
Sementara itu, pada sela-sela pertemuan Dandim 1415 Selayar, Letkol CZI Mochamad Asrofi mengungkapkan, kesiapan dan dukungan jajarannya membantu Pemkab Kepulauan Selayar dalam melakukan langkah antisipasi penanggulangan dampak bencana yang sangat dimungkinkan untuk terjadi pada tahun 2009 ini.
Sebagai wujud nyata kesiapan pihaknya, ia telah memerintahkan seluruh jajaran Koramil dan Babinsa agar dalam melakukan penanggulanan bencana dalam wilayah tugasnya masing-masing jajaran Danramil dan Babinsa dapat senantiasa bahu membahu dan mengedepankan kerjasama dengan masyarakat. (*)

Posko Satlak PB Evakuasi Dua Unit Jolor



Bertempat di pesisir pantai Desa Barugaiya, Kecamatan Bontomanai Rabu (21/1) sore kemarin. Jajaran personil Posko Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Selayar bekerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja berhasil melaksanakan proses evakuasi dua unit kendaraan patroli laut milik Satpol PP yang nyaris tenggelam terseret arus gelombang pasang. Proses evakuasi dipimpin langsung Kasat Satpol PP Kabiupaten Selayar, Abd. Wahid, S.Sos bersama jajaran.
Meski proses evakuasi berlangsung ditengah derasnya amukan gelombang pasang akan tetapi, kegiatan evakuasi pemindahan kapal tersebut dapat berjalan lancar dan sukses, sampai akhirnya kedua unit kapal patroli milik Kantor Satpol PP itu, berhasil dipindahkan ke kolam perlindungan yang berjarak sekitar 100 meter dari dermaga Rauf Rahman Benteng Selayar.
Diakui Kasat Satpol Polisi Pamong Praja Kabupaten Kepulauan Selayar, Abd. Wahid, S.Sos, lancarnya kegiatan evakuasi jolor ini tidak terlepas dari peran serta Posko Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten yang telah memberikan pinjaman dua life jacket (Baju Penolong, Red) kepada jajaan Polisi Pamong Praja yang diterjunkan dalam operasi ini.
Serta diturunkannya tambahan bantuan tenaga Potensi Sar dari unsur posko Satlak PB yang juga dilengkapi dengan pelampung Life Jacket. Yang dalam hal ini diwakili Fadly Syarif. (Sumber : Posko Satlak PB)

Bencana Angin Kencang Luluh Lantakkan Kabupaten Kepulauan Selayar




Bencana angin kencang disertai hempasan badai gelombang pasang yang sudah mulai melanda Kabupaten Kepulauan Selayar, sejak akhir tahun 2008 lalu, sampai pertengahan bulan Januari 2009 ini, kembali menelan korban. hari ini saja Kamis, (15/1) Posko Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Selayar kembali mencatat sedikitnya lima laporan kejadian peristiwa.Laporan pertama diterima dari Camat Bontosikuyu, Drs. Akhyadin terkait dengan tumbangnya batang pohon di Desa Laiyolo Baru yang menimpa salah seorang warga bernama Jumardi, saat korban sedang berada di lokasi kebun miliknya. Akibat peristiwa ini korban harus menderita patah tulang. Peristiwa yang berlangsung sangat singkat ini terjadi sekitar pukul, 14.20 WITA siang kemarin. Sedangkan laporan kejadiannya baru diterima posko Satlak Kabupaten sekitar pukul 14.21 Wita, sesaat setelah korban dievakuasi dari TKP ke rumahnya.Laporan kedua diterima dari Asfah (personil Satpol PP Kecamatan Taka Bonerate) terkait dengan kerusakan bagian atap rumah warga Desa Kayuadi, bernama Sahruddin yang dipicu oleh terjangan angin kencang.Laporan ketiga, diterima dari personil Potensi SAR Satlak PB Kabupaten an. Fadly Syarif terkait kerusakan 2 unit pemukiman warga di Dusun Bontonumpa, Desa Baruiya, Kecamatan Buki yang juga mengalami kerusakan akibat diterjang angin kencang.Laporan keempat, diterima dari Nuraeni yang melaporkan peristiwa tumbangnya batang pohon kelapa di belakang SMP Negeri 1 Benteng dan menimpa rumah Serma Misbahuddin. Akibat kejadian ini, lima lembar seng dan tiga batang balok yang menyangga atap rumah korban rusak parah. Selain juga berimbas pada pecahnya dua buah lemari korban lantaran tersungkur ke lantai rumah pada saat kejadian. Bahkan dari olah TKP yang dilaksanakan personil Posko Satlak Penanggulangan Bencana Kecamatan Benteng, juga terlihat adanya kerusakan pada bagian jaringan kabel tv korban.Peristiwa yang berlangsung hari Kamis, (15/1) sekitar pukul, 11.00 WITA ini terjadi di Jl. S. Siswomiharjo Benteng Selayar.Sedangkan Laporan terakhir diterima dari seorang ibu rumah tangga bernama Anca yang menginformasikan dugaan tenggelamnya sebuah kapal penumpang tujuan Pulau Kalao Toa, dan Pulau Marege. Kapal ini dilaporkan tenggelam beberapa saat setelah turunnya enam orang penumpang di perairan Desa Tambolongan karena merasa tidak sanggup melanjutkan perjalanan dalam kondisi cuaca buruk. (Laporan : Fadly Syarif/Posko Satlak).

Pohon Kelapa Ambruk Menimpa Jaringan Kabel PT. PLN  Posko Satlak PBP Segera Melakukan Penanganan Di Lapangan



Bencana angin kencang yang melanda Kabupaten Kepulauan Selayar kembali mengakibatkan serangkaian kerusakan. Dari pemantauan posko satlak penanggulangan bencana pada hari Selasa (3/2) malam, dua buah baliho caleg yang berderet di sepanjang ruas jalan veteran terpantau dalam kondisi terpelanting. Sementara itu, di ruas pesisir pantai Jl. Soekarno Hatta angin kencang sempat mengakibatkan rusaknya pagar tanaman cemara laut milik Dinas Kebersihan, Pertamanan, dan Pemadam Kebakaran.
Lebih jauh, angin kencang yang disertai badai gelombang pasang juga mengakibatkan nyaris tertutupnya ruas jalan Soekarno Hatta, setelah sampah-sampah kiriman yang dihempaskan gelombang laut memenuhi bahu jalan. Termasuk di seputaran terminal pasar Sentral Benteng Selayar.
Menindak lanjuti peristiwa tersebut, Sekretaris Posko Satlak Penanggulangang Bencana Kabupaten, Drs. Hizbullah Kamaruddin telah meneruskan laporan kejadiannya kepada Instansi tekhnis Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemadam Kebakaran untuk mendapatkan tindakan penanganan seperlunya.
Kondisi terparah terjadi di ruas Balang Sembo, Kelurahan Putabangung, Kecamatan Bontoharu, menyusul ambruknya pohon kelapa salah seorang warga masyarakat yang sempat menimpa jaringan kabel PT. PLN Cabang Selayar dan mengakibatkan putusnya jaringan kabel PT. Telkom Kancatel Selayar, pada hari Selasa (3/2) sekitar pukul 22. 00 WITA.
Selain merusak jaringan kabel PT. PLN dan PT. Telkom Kancatel Selayar angin kencang juga sempat memicu ambruknya tiang jaringan PT. Telkom Kancatel Selayar yang terletak tidak jauh dari TKP ambruknya pohon kelapa.
Akan tetapi, menurut keterangan warga di sekitar TKP, peristiwa ambruk dan putusnya jaringan kabel PT. Telkom Kancatel Selayar ini sudah mendapatkan penanganan lebih awal dari instansi tekhnisnya tepat pada malam kejadian.
Melihat peristiwa itu, personil posko satlak yang secara kebetulan melintas di ruas jalan tersebut langsung melakukan koordinasi dengan pihak PT. PLN Cabang Selayar untuk tindakan penanganan lebih lanjut. PT. PLN sendiri didampingi personil posko satlak, usai menerima laporan langsung turun ke lapangan untuk mengadakan serangkaian kegiatan penanganan seperlunya.
Alhasil, berkat adanya kerjasama yang baik antara Posko Satlak, PT. PLN dan warga masyarakat di sekitar TKP, tepat pukul 09.07 WITA penanganan masalah dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Setelah pohon kelapa yang menimpa jaringan kabel PT. PLN berhasil dipangkas dengan menggunakan mesin gergaji dan selanjutnya disingkirkan dari bahu jalan. Tidak berselang lama kemudian, sekitar pukul 09.00 hari Rabu (4/2) pagi, musibah angin kencang juga sempat merobohkan salah satu pagar rumah pemukiman warga di sekitar TKP. Hingga akhirnya, peristiwa ini berujung pada terjadinya kemacetan arus lalu lintas di sekitar TKP disertai dengan pemadaman aliran listrik.
Usai melakukan penanganan, personil posko satlak langsung melakukan koordinasi dengan Kepala Lingkungan Balang Sembo untuk proses pembuatan laporan kejadian secara tertulis kepada Posko Satlak Kabupaten.
Dan hasilnya, sebelum personil posko Satlak meninggalkan lokasi kejadian, Kepala Lingkungan Balang Sembo telah menyelesaikan proses pembuatan laporan tertulisnya, yang antara lain berisikan laporan kejadian peristiwa berikut laporan keberadaan 9 batang pohon kelapa lainnya, yang dalam musim barat ini dinilai sangat rawan bakal menimpa rumah pemukiman warga mau pun jaringan kabel PT. PLN. Laporan ini, selanjutnya akan disampaikan kepada Posko Kelurahan, sebelum kemudina ditembuskan ke Posko Satlak Kabupaten.(Laporan : Fadly Syarif)

Posko Satlak Pulangkan Korban Kapal Tenggelam



Setelah menyelesaikan dokumen kelengkapan perjalanan empat orang korban tenggelamnya KLM. Juana Permai asal Kecamatan Pati Juana, Jawa Tengah yang hari Jumat malam lalu tenggelam di perairan Pasi Tanete, Kecamatan Bontomate’ne, Kabupaten Kepulauan Selayar. Hari ini, Senin (2/2) telah resmi dipulangkan Posko Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Kabupaten bekerjasama dengan Kantor Sosial setempat menuju daerah asalnya masing-masing.
Ke empat orang korban, hari ini diberangkatkan menuju Makassar untuk selanjutnya diterima di Kantor Sosial Provinsi Sulawesi-Selatan sebelum mereka dikembalikan ke daerah asalnya. Sementara tiga orang korban lain yang sampai hari ini masih berada di Kabupaten Kepulauan Selayar, rencananya akan dipindahkan dari Wisma PKK Tanadoang ke rumah Kades Batang, Kecamatan Taka Bonerate. Sambil menunggu informasi terakhir dari pemilik perusahaan kapal yang menginstruksikan ke tiga korban untuk tetap tinggal di Kabupaten Kepulauan Selayar. (Lapoan : Fadly Syarif)

17 Buah Kapal Padati Kawasan Pantai Timur Desa Tambolongan



Menyusul semakin memburuknya kondisi cuaca di perairan Kabupaten Kepulauan Selayar dalam beberapa pekan terakhir. 17 unit kapal dari luar Selayar saat ini diikabarkan sedang memadati kawasan pesisir pantai bagian timur Desa Tambolongan, Kecamatan Bontosikuyu. Menurut informasi yang berhasil dihimpun posko satlak penanggulangan bencana Kabupaten dari Dg. Maningkang (Nakhoda KM. Sinar Inti), kapal-kapal tersebut sengaja transit di perairan Desa Tambolongan sambil menunggu cuaca membaik.
Bahkan dari penuturan nakhoda KM. Sinar Inti diketahui, dua nakhoda kapal take boat yang juga ikut memadati kawasan pesisir pantai bagian timur Desa Tambolongan, bersedia membayar biaya transit sebesar Rp. 1.000.000,- perhari, andaikan kapal mereka bisa berlabuh di dermaga Tambolongan tanpa harus melego jangkar.
Informasi ini diterima personil posko Satlak penanggulangan bencana Kabupaten Kepulauan Selayar, bertempat di rumah kediaman Kades Tambolongan, Abd. Majid Demmatika, Senin (19/1) sore kemarin. (Laporan : Fadly Syarif)

Cuaca Memburuk Nelayan Gantung Jaring




Memasuki musim barat tahun 2009 ini ratusan warga nelayan yang tinggal mendiami kawasan pemukiman warga nelayan tradisional di sepanjang pesisir pantai Pulau Kayuadi, Kecamatan Taka Bonerate mulai terancam bakal kehilangan sumber mata pencaharian pokoknya.
Pasalnya, sepanjang musim barat tahun ini warga nelayan setempat untuk sementara waktu tidak bisa melaksanakan rutinitas melaut seperti hari-hari biasanya. Mengingat, selama beberapa bulan terakhir ini kondisi cuaca sangat tidak bersahabat. Buruknya kondisi cuaca di sekitar perairan Selat Selayar ditandai dengan tingginya badai gelombang pasang disertai angin kencang yang melanda perairan Kabupaten Kepulauan Selayar dan pulau-pulau di sekitarnya.
Akibatnya, warga nelayan terpaksa harus menambatkan perahu mereka pada sejumlah lokasi perl indungan perahu yang terdapat di sepanjang bibir pantai. Selain itu, tidak sedikit pula diantara warga nelayan tersebut yang lebih memilih untuk mengevakuasi perahu mereka ke kolong rumah tempat tinggalnya. Ketimbang harus nekat menyabung nyawa di tengah amukan badai gelombang pasang.
Dari pemantauan Posko Satlak Penanggulangan Bencana & Penanganan Pengungsi Kabupaten di lapangan, sejumlah warga nelayan juga terlihat lebih memilih untuk mengevakuasi berbagai bentuk perlengkapan melautnya ke darat seperti : mesin compressor, dan cergen bahan bakar kapal. Bahkan, ada pula diantaranya yang sampai menggantung jaring ikannya di bawah kolong rumah. Kondisi ini kemudian, diperburuk oleh semakin mahal dan langkanya stock bahan bakar minyak yang masuk ke Pulau Kayuadi. (Laporan : Fadly Syarif/Pos Satlak)

LENNY WIBIKSANA PARINUSSA, SH SIAP TAMPIL LEBIH DARI PEMENANG




Sebagai Calon Anggota DPR-RI Periode 2009-2014 Dapil 1 Sulawesi-Selatan wilayah Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Selayar yang diusung partai Damai Sejahter, kepada masyarakat Sulawesi-Selatan Lenny menyampaikan ajakan sebagai berikut :

1. Sambutlah Fajar Dengan Pengharapan
2. Raihlah Angan Dengan Keyakinan
3. Tunaikanlah Bakti Dengan Tanggung Jawab
4. Tebarkanlah Kasih Dengan Kelembutan
5. Songsonglah Sejahtera Dengan Kedamaian
6. Contrenglah Nomor Urut 2 Pada Kotak Partai Damai Sejahtera (PDS)

Menikmati Indah Panorama Kabupaten Selayar


1 February 1996, adalah pencarian pertamaku. Telah kupilih merdeka untuk meneruskan sebuah fase baru setelah perkuliahan yang melelahkan. Hari itu setelah berkenalan dengan komunitas pulau Rajuni di Taka Bonerate, sekitar bulan April-Juni 2005, saya mendapatkan gambaran seperti apa mejadi bagian penting dalam mengembangkan sumberdaya pesisir yang sangat kaya seperti Taka Bonerate.
Tepat, Januari 2006, saya memutuskan untuk ikut program pendampingan masyarakat pulau Rajuni. Seakan gayung bersambut, kala itu banyak alumni Kelautan, gamang, mencari jati diri, mencari ruang yang sesuai, sepadan dengan nama besar Makassar sebagai daerah maritim yang kental dengan karakter kelautannya.

Dalam semarak gerakan penguatan sosial akar rumput dan semakin menjamurnya LSM di tanah Makassar saya memilih bergabung dengan senior-senior yang telah teruji dan (menurutku) mempunyai visi yang kuat dan benar. Saya tidak menyebutkan namanya disini untuk menghormati Beliau. Disini kami menerimamu dengan apa adanya, kami akan bangga kalau kamu bisa keluar dengan lebih dari apa adanya. Tumbuh dan berkembanglah tanpa mesti diatur jadwal karena yang kami butuh adalah pemihakanmu dan sumbangsihmu untuk pemberdayaan pedesaan, pantai, dan masyarakat. (dedicated to my "SL")

Saya ditempatkan di Taka Boneratelah untuk satu program pendampingan masyarakat nelayan diharapkan dapat menggali sedalam dalamnya, berkawan sebanyak banyak, catat sepanjang panjangnya dan dengar apa kata masyarakat, itumi gunanya telingamu dua dan mulutmu satu, supaya kau banyak mendengar. Dengarkan saja apa yang mereka sebut jangan melawan, jangan membantah, bawa diri dan tetaplah tersenyum. Itumi tugas pendamping. (dedicated to my "PH")

Lalu merambat pelan pete-peteku, meninggalkan Urip lalu ke Tamalanrea. Kerjama gang...apa kerjata, kak? LSM...datar....Ngekost, tinggal dan dekat dengan anak-anak mahasiswa yang selalu bermimpi tentang pekerjaaan dan menerawang status sosialnya kelak, seringkali membanggakan walau saya belum yakin dengan pilihan pekerjaan ini. Mengepak barang, bersalam peluk dengan Tamalanrea. o Amma' Mauka', saya akan ke Selayar salamku sama daeng Baji, ke Taka Bonerate.

Perjalanan ke Taman Nasional Taka Bonerate

Untuk ke lokasi program di Taka Bonerate (see: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_takabonerate.htm ) saya mesti menumpang kapal kayu barang (cargo 25 Grosston) dari Paotere ke Taka Bonerate, saya ingat dengan kapal motornya Nawar, ini mengangkut semen di bagian palka dan terigu di geladaknya. Pas, 20an Ton. Kapal-kapal yang ada di Paotere umumnya lintas wilayah kepulauan, bahkan ada yang ke Jawa, Kalimantan, Bima dan Kupang.

Menyenangkan di kapal, ada beberapa warga Taka Bonerate yang ikut menumpang, terdapat 5 orang kala itu. Kapal motor start jam, 19.00 WITA, dilengkapi dengan mesin ganda, 23 PK dan 17 PK. Sebagaimana lazimnya, tek tek tek....bising, berbunyi keras, dan memekakkan telinga. Saya, tidak mau berlama-lama dalam geladak saya pindah ke bagian atas, tempat kemudi (guling) resikonya angin malam, asap dan dingin menusuk rongga. Yang kucatat dari detik-detik meninggalkan Paotere adalah, kapal patroli polairud, yang diatasnya mendekati kapal dan menegur sang Nakhoda, saya melihat ada sesuatu yang diberikan, surat2 PAS kapal, kata juragan. Semoga tidak dipajakki, batinku.

Perjalanan dari Makassar ke Taka Bonerate, dengan tujuan utama pulau Rajuni biasanya ditempuh selama sehari semalam atau antara 24 jam - 30 jam, tergantung cuaca. Dalam perjalanan menuju kawasan ini, masa-masa sulit biasanya saat memasuki peraiaran Takalar (Tanakeke) dan perairan Pulau Kayuadi dan di dekat pulau utama Selayar atau Appatanah.
Agak sulit merekam suasana perjalanan, kecuali merasakan, ikan beronang kering digoreng lalu di masak tumis dengan asam flores (camba plores) yang disantap dengan nasi putih masakan si Saibung, sang koki kapal anak Bajo. Nyam nyam nyam.

Persingkat cerita, saya menempuh perjalanan dari Makassar, ke Rajuni selama 32 Jam, dan masuk ke perairan Rajuni, dini hari.
Sebelum ke lokasi program di pulau Jinato tempat dimana saya dan kawan baik saya "AN" alias Jay, akan ditempatkan saya masih sempat berbincang-bincang dengan masyarakat di desa Rajuni, karena kapal merapat disini. Teringat pak Coang, Sannawing, pak Darwis, Haya, dan beberapa lainnya. Mereka sangat ramah. Pulau Rajuni ini atau desa Rajuni, merupakan pulau tertua dan pulau pertama di huni oleh suku Bajau dan belakangan kemudian dikunjungi oleh seorang pendakwah, bergelar Puang Kali' menurut cerita, asalnya dari Tanah Marusu' lalu oleh pendatang Bugis dari Sinjai dan Bone.

Jinato dan Yang Kucatat

Menjangkau pulau Jinato dengan jollor (sejenis perahu kayu kecil 3-5 ton) dari Jinato biasanya sekitar 2 jam ke arah selatan. Kala itu saya berangkat jam 8, tetap menumpang di kapal Nawar, yang akan ke daerah Kalabahi, daerah di sebelah barat Flores. Kami menumpang dan tiba di pulau Jinato, pukul 11.00 WITA.

"Mariki, masukki di rumah", kata kepala desa Jinato pak Haji Syahring, yang belakangan saya baru tahu tidak bisa baca tulis. Menurutnya, di desa ini hampir 100 persen Bugis, Sebagian besar Sinjai dan sebagian dari Bone. Kira-kira ditaksir terdapat 125 KK atau setara 700 jiwa.
Menurut pak Desa, disini sudah banyak petugas, sejak kawasan ini jadi Taman Nasional, ada polisi, tentara babinsa, ada angkatan laut, ada juga Polhut, jagawana....ndak tau apa artinya. Banyak sekalimi petugas tetapi masih banyak pa'boong (pembom ikan). Pak "K" dan pak Jay, Eh nanti kapang, kita tinggalmi di rumahnya Ambo'na Takwin, keluarga ji itu....kata pak Desa Syahring.

Hari pertama, saya keliling melihat-lihat keadaan pulau Jinato (Village mapping), mengamati keadaan pesisirnya, coastal area, shorelinesnya, perahu-perahu jolor yang berbaris mengarah ke Kayu Adi, wanita wanita yang berbaris di tangga rumah sambil mencari kutu, pria nelayan yang membersihkan sampan dan jolornya, anak anak SD yang bergegas ke sekolah, dan pedagang pengumpul (fish trader/collector), gadis yang mandi di pelataran rumah dengan sarung batik, puskesmas yang tiada berisi.

Inilah Jinato, desa kecil di sebelah barat kawasan Taman Nasional Taka Bonerate (diresmikan dengan UU pada tahun 1992). Kawasan yang diharapkan dapat melesatarikan ekosistem pesisir dalam laut, terumbu karang, padang lamun, peraiaran laut dalam, penyu sisik, napoleon (chelinus undulatus) dan banyak lagi kekayaan lautnya.

Di Jinato, saya bisa memahami sedikit demi sedikit tantangan dan permasalahan Taman Nasional Laut ini, maraknya pemboman ikan (blast fishing atau destructive fishing), pembiusan ikan (poisoning fish) dan masih rendah kapasitas sosial ekonomi masyarakat setempat

Hari kedua tantangan itu menjadi semakin jelas, manakala seorang anak muda, 15 tahun datang ke kolong rumah ambe'na Takwin sambil menyodorkan amplop disertai ucapan; Ini pak, ada kiriman dari pak DusunG...

Lalu saya menerawang, ke pernyataan kepala Desa sehari sebelumnya" Herang tonga saya, kenapa na semakin banyak petugas di kawasang Tamang Nasional tapi pemboman ikan makin meluas, merajalela? dalam liukan pengaruh bahasa Bugisnya.

Lalu, kujawab, maap Andi' saya adalah mahasiswa, sedang penelitian..."belum" perlu amplop.
dalam bahasa Indonesia: Saya juga heran, kenapa semakin banyak petugas di kawasan Taman Nasional tetapi pemboman ikan semakin meluas dan merajalela.

VISI DAN MISI

Visi
Mewujudkan Pembangunan Industri, Perdagangan, Pertambangan dan Energi sebagai salah satu lokomotif pendukung pembangunan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Kabupaten Selayar tahun 2010.
Misi
Mengoptimalkan kinerja Dinas Perindag dan Tamben melalui penciptaan iklim usaha yang kondunsif
• Meningkatkan daya saing produk industri komoditas unggulan Selayar melalui pemberdayaan usaha industri, perdagangan agar lebih efisien dan produktif
• Meningkatkan peran sektor industri, perdagangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Selayar

"selayar oh selayar"

Berbekal surat tugas dari kantor dengan nomor surat ST-295/WKN.15/KP.02/2007 yang tertanggal 29 Oktober 2007, tamu yang sebelumnya tidak kami ketahui bahwasannya akan melaksanakan tugasnya di KPPN Benteng singgah. Adalah sobat kami Dadang Eko Darminto, Munawar Eka Fitrah, Ismail Gaffar, Wiesky Renata Julina.
Semalam rekan-rekan kami ini menginap di Hotel yang paling megah di Selayar, Hotel Safira. Hari kemudian satu hari penuh, semua dokumen Inventaris KPPN Benteng dilalap habis. Mulai dai KIB, Laporan SABMN, tidak ketinggalan denah KPPN Benteng pun di bedahnya. tak puas dengan data-data yang telah tersedia kami melakukan opname fisik sampai-sampai barang-barang yang telah bersemayam di gudang kami jenguk.
Satu hari terlewati, mereka pun tidak menyianyiakan kesempatan istirahat. Sembari jalan-jalan disore hari, rekan-rekan kami ini pun mengabadikan kedatangn mereka di "tana doang" Selayar Mapan Mandiri dengan berfoto-foto ria.
Sang surya menepi di ufuk barat. malampun tiba, selanjutnya kami menjamu rekan-rekan untuk makan malam bersama. Menikmati beberapa porsi makanan di Rumah Makan Hoki, kami pun kenyang. Tentunya, tenaga kami yang telah terisi penuh setelah makan tidak kami sia-siakan, kami pun meluncur disebuah tempt hiburan. Tempat hiburan yang memang setiap malam rajin dikunjungi oleh beberapa pegawai KPPN Benteng. Tempat berkumpulnya beberapa teman untuk melepas sedikit rindu kepada keluarga yang jauh ditempat asal mereka. sebuah KaPe, yang adanya temporary. Tampat kami mengukirkan kemesraan antara tamu dan tuan rumah yang bertemu sebagai sobat. Yaitu KaPePeeN, tempat dimana kami menghabiskan waktu malam itu, dengan menjeritkan suara-suara sumbang, berkaraoke mendendangkan beberapa bait lagu. mungkin lebih dari 30-an Judul Lagu kami nyanyikan malam itu.Dari lagu-lagu tempoe duloe hingga lagu-lagu ciptaan baru. Tak terasa udara malam semakin terasa dingin menusuk, jarum jam pun menunjukan pukul 00.00 WITA. Kami pun bersegera pulang menuju ke penginapan.
tepat pukul 08.00 mobil dinas KPPN menjemput di Hotel Safira. Kami menuju tempat perpisahan, tempat berawal dan berakhirnya pertemuan kami waktu itu. Dengan rasa bangga kami melepas kepergian sobat. Mengenang kedatangan beliau, terbesit selalu doa "semoga sukses dan selalu dalam lindungan Allah SWT". Terimakasih rekan Dadang Eko Darminto, Munawar Eka Fitrah, Ismail Gaffar dan Wiesky Renata Julina. see U.

Potensi Kabupaten Selayar



Potensi SDA yang dimiliki oleh Kabupaten Selayar yang dapat dikembangkan adalah:
• Perikanan, antara lain kerapu, abalone, lobster dan rumput laut yang dapat memenuhi kebutuhan ekspor maupun dalam negeri
• Pertanian, antara lain kelapa, jeruk manis khas Selayar dan jarak pagar yang dapat mendukung program pemerintah dalam rangka pelaksanaan program energi alternative
• Pariwisata, dengan Taman Laut di daerah Takabonerate yang merupakan Taman laut terindah Nomor 3 di dunia. Taman laut ini akan dikembangkan sebagai wisata bahari misalnya diving
• Migas untuk refinery telah ada investor yang bersedia menginvestasikan modalnya dalam pembangunan kilang minyak di Kabupaten Selayar
Berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Selayar tersebut masih membutuhkan berbagai dukungan pemerintah.
Perikanan
Sektor perikanan masih membutuhkan antara lain motorisasi alat tangkap, pengadaan alat tangkap ramah lingkungan, pembangunan SPBN pada 5 kecamatan, pengembangan kawasan budidaya untuk rumput laut, abalone dan lobster dan pembangunan pelabuhan perikanan type C.
Pertanian
Sektor pertanian masih membutuhkan antara lain peremajaan 500 ha tanaman kelapa yang saat ini kondisinya sudah banyak yang tua, perlu adanya peningkatan SDM dan Green House untuk sarana pengembangan buah jeruk manis asli khas Selayar.
Jarak pagar saat ini telah tersedia lahan yang ditanami seluas 450 ha dan masih membutuhkan 10.000 Ha untuk pengembangannya. Untuk itu diperlukan bantuan bibit jarak pagar dan mesin yang diperlukan untuk pengolahannya.
Pariwisata
Sektor pariwisata memerlukan dukungan dalam bentuk penyediaan fasilitas air bersih, jaringan telepon dan pembangunan bandara perintis serta pembangunan pelabuhan laut, pelabuhan home stay dan pengadaan pelayanan diving seta pembangunan jembatan perahu Timur Laut Selayar.

Menunggu Angin Berhembus ke Taka Bonerate



Pada suatu pagi di antara pulau Jinato dan Kayu Adi, Selayar 1996. Matahari empat puluh lima derajat di timur. Beberapa warga Bugis sedang mengamati rumpon hasil inisiatif mereka. Saat itu, mereka juga melepas mata pancing. Tidak lama, Asape salah seorang dari mereka, lelaki kekar berkulit legam, teriak lantang. “Ajji…tunaaaa…” mengarah pada sang ayah, Haji Syahring, kepala desa setempat. Asape dengan sigap menarik tali nilon besar yang ujungnya disambungkan dengan kawat baja lengkap dengan mata pancing. Air laut membentuk pusaran putih di sekitar rumpon yang dalamnya lebih dari seribu meter, rumpon yang belum seminggu dibenamkan itu.
Ikan tuna sirip biru, berontak di ujung kawat pancing. Seekor blue-fin tuna seberat lebih 50 kilogram menggelepar di geladak perahu kayu berukuran 5 grosston. Kami pulang ke kampung dan membawa dua ekor tuna sirip biru. Kegiatan memancing itu hanya sambilan saja karena mereka memasang rumpon targetnya hanya untuk ikan permukaan kecil. Asape hanya akan mengantongi seratus ribu jika kembali ke kampung, atau ratusan ribu jika dia menjualnya ke Makassar. Mungkin akan lebih mahal jika dijual ke luar negeri.
Sekelumit cerita dari pulau Jinato, di laut Flores adalah bukti potensi yang terkandung dalam gugus Taman Nasional Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan. Jika saja warga berusaha dengan intensif dan ekstensif dengan target ikan tuna atau yang sejenisnya bukan mustahil mereka akan sangat maju. Luas Taka Bonerate yang mendekati 2.200 km2 adalah habitat yang subur bagi ikan karang ekonomis sedangkan perairan perbatasannya (slope), misalnya dengan pulau Kayu Adi di sebelah barat adalah lokasi dengan potensi ikan permukaan (pelagis) yang sangat tinggi.
Dilema
Kawasan ini telah lama dijadikan wilayah eksploitasi warga setempat, juga oleh nelayan dari wilayah lainnya di Indonesia seperti dari Buton, Bali, Madura, Nusatenggara dan beberapa nelayan dari kepulauan Spermonde di Sulawesi Selatan, seperti Takalar, Sinjai dan Bulukumba. Limpahan hasil laut kawasan atol ketiga terbesar di dunia setelah atol Kwajifein dan Suvadiva di lautan Pacific jadi incaran pelaku usaha perikanan. Bukan hanya ikan karang seperti kerapu, kakap, cumi-cumi dan cakalang tetapi juga teripang, gurita bahkan kerang-kerangan. Kawasan strategis ini adalah salah satu wilayah ‘segitiga emas’ perikanan Sulawesi-Nusatenggara-Bali.
Penulis pernah membuat kalkulasi sederhana tentang potensi ekonomi ikan hidup dalam kawasan yang terdiri dari 8 pulau berpenghuni dari 21 pulau yang ada. Sebagai misal, pulau Rajuni Kecil pada tahun 1999 terdapat 5 kerambu penampung ikan (ikan kerapu) maupun ikan kerapu tikus. Sebagai ikan eskpor, berdasarkan hasil wawancara, saat itu ikan-ikan tersebut dihargai perkilo antara 150ribu hingga 250ribu. Seorang pemilik keramba bisa menampung 200 kilo sebelum dipindahkan ke kapal ekspor. 200 kilo x 150.000 (nilai terendah) = 30 Juta perkeramba dan jika dikali lima = 1,5 Milyar. Itulah gambaran minimal dari bisnis ikan hidup di pulau Rajuni Kecil.
Setiap bulan biasanya mereka mengirim dua kali trip. Jadi dalam sebulan, satu desa mengirim dengan nilai Rp. 3 Milyar. Saat itu, terdapat 8 pulau berpenghuni dari 21 pulau dalam Taman Nasional. Jika masing-masing pulau mempunyai keramba sebanyak pulau Rajuni Kecil maka 8 pulau x 3 Milyar = 24 Milyar perbulan. Masa-masa produksi ikan karang biasanya pada musim timur dan peralihan. Katakanlah enam bulan setahun. Jadi jika dikalikan 6 bulan x 24 Milyar = 144 Milyar pertahun nilai ekonomi bisnis ikan karang hidup di Taka Bonerate. Itu kalkulasi kasar minimum tentang ikan karang hidup, belum lagi ikan cakalang, tuna dan jenis lainnya yang belum dimanfaatkan secara intensif. Jika saja satu persen saja menjadi nilai balik.
Tidak salah jika Herman Cesar(1997) seorang environmental economist Bank Dunia menyebut bahwa jika luasan terumbu karang dikelola dengan baik dalam bentuk usaha perikanan dan pariwisata maka milyaran dollar akan memberikan manfaat nyata setiap tahunnya. Terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan rata-rata US$ 15.000/km2 jika dikonversi menjadi kegiatan perikanan dan pariwisata. Namun, kini, kawasan itu masih dianggap kawasan miskin secara ekonomi. Beberapa donor pembangunan internasional bahkan sejak dua puluh tahun terakhir telah menyuntik ratusan milyar untuk optimalisasi fungsi sosial ekonomi dan ekologi kawasan ini.
Benarkah selama ini sumberdaya perikanan dan kelautan Selayar hanya menjadi cerita pemanis mulut saja? Ada apa dengan pemanfaatan sumberdaya laut tersebut? Penerimaan PAD dari sektor perikanan, sangat rendah sekali. Jangan harap mendapatkan jawaban memuaskan dengan nominal tinggi. Para pemangku kepentingan terutama pejabat pemerintah tapi tidak mampu berbuat maksimal.
Bagi pemerintah kabupaten, kawasan Taka Bonerate sangat kaya namun mereka belum meraup pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan. Status taman nasional sejak tahun 1992, juga berimplikasi pada bentuk kegiatan yang dibolehkan dan tidak dibolehkan. Sayangnya,masih banyak pihak sangsi dengan pola pengelolaan yang saat ini berada dibawah naungan Departemen Kehutanan. Bagi pemerintah kabupaten Selayar, kondisi ini menjadi dilematis untuk mampu menggerakkan roda ekonomi.
Marilah kita tengok situasi aksesibilitasnya. Hamparan daratan utama Selayar dengan pulau-pulau di bagian selatan berbentuk seperti telapak kaki dimana telapaknya terdiri dari pulau-pulau karang, seperti Taka Bonerate, Bonerate, Jampea, Kayu Adi, Kalao Toa, pulau Madu di perbatasan Nusa Tenggara Timur dan tungkai kakinya adalah daratan utama Selayar. Bentuk geografi dan akses transportasi laut nampaknya tidak berpihak ke kota kabupaten, Benteng yang berada di sisi barat daratan Selayar. Bahkan kini, jalur pelayaran dari kota Benteng ke pelabuhan Lappe tak lagi beroperasi.
Untuk menjangkau Taka Bonerate misalnya, dari ibu kota kabupaten, Benteng pada musim teduh membutuhkan waktu sekitar delapan jam dengan menggunakan jolor atau peruahu kayu mesin dalam. Atau dengan speedboat hingga tiga jam. Di sekitar Taka Bonerate terdapat pulau-pulau besar seperti Kayu Adi, Jampea, Bonerate hingga pulau paling jauh pulau Madu yang berbatasan dengan propinsi Nusa tenggara Timur.
Faktanya, nelayan lebih tertarik memasarkan hasilnya ke kabupaten Sinjai atau Bulukumba. Kapal-kapal besar lebih senang langsung menuju Benoa Bali, Kendari, Makassar jika sudah mengeruk hasil perairan setempat.
Menggugat Doktrin Pengelolaan
Terkait optimalisasi fungsi kelautan utamanya kepentingan pariwisata, Selayar pantas minder pada cerita kabupaten Kepulauan Wakatobi. Kabupaten baru yang telah menyodok posisi Selayar dalam menggenjot pembangunan suprastruktur dan infrastruktur pembangunannya. Setelah sebelumnya sukses memajukan suprastruktur pariwisata dengan ecotourism yang berbasis masyarakat, kini kabupaten yang dipimpin oleh mantan aktivis LSM itu siap dengan bandara berkapasitas pesawat besar.
Mereka mengincar wisatawan dengan memperbaiki infrastruktur penerbangan, hendak mendaratkan pesawat mulai dari Fokker hingga Boeing yang berbadan lebar. Dengan runway lebih dari dua ribu meter, mereka yakin bisa menggaet lebih dari 30% wisatawan pada tahun 2009.
Ini adalah pilihan rasional ditengah krisis keuangan yang membelenggu sektor ril. Ketika mereka menganggap ada potensi alam yang layak jual dengan usaha pariwisata dan kualitas sumberdaya terumbu karang yang mulai terjaga dengan baik, mereka melakukannya. Beberapa program pemberdayaan masyarakat sebelumnya berhasil mengendapkan kesadaran wisata dan mendorong keunggulan lokalitas wilayah. Perusahaan wisata setempat didukung oleh kebijakan pemerintah setempat telah memancing antusiasme para pelancong untuk datang ke Wakatobi dengan memperkuat basis industri wisata. Salah satunya adalah Pulau Hoga, surga wisata bawah air yang kesohor di mancanegara.
Kontras dengan yang terjadi di Selayar, saat ini, hanya satu usaha wisata yang beroperasi dan layak menyandang ‘proper management’ yang dikelola oleh seorang Jerman bernama Jochen. Perusahaan ini berhasil membuat paket wisata yang lengkap dengan pelayanan yang menyeluruh. Sayangnya, benefit ke kas kabupaten masih sangat minim. Coba tengok disparitas antara income perusahaan yang mencapai milyaran sementara aliran ke kas pemkab hanya belasan juta.
Tidak adalah yang bisa beroperasi seperti kepunyaan Jochen tersebut? Mengapa Taka Bonerate yang sudah lebih dahulu dikelola oleh berbagai pihak dibanding Wakatobi tidak bisa maju? Padahal Selayar punya atol ketiga terbesar di dunia dengan hamparan terumbu karang luas, untuk wisata snorkeling dan diving, satu brand yang layak dijadikan icon wisata?
Saat ini, yang mampu menggaet benefit dari raksasa tidur itu adalah kabupaten Bulukumba dengan Bira-nya. Terdapat berbagai jenis phinisi atau boat pengangkut turis yang mampu dibawa berkeliling pulau menikmati keindahan alam laut, menikmati pantai putih dan ruaya ikan paus dari laut Flores hingga ke perairan di sebelah timur punggung kepulauan Selayar pada musim peralihan musim barat. Meranalah kabupaten kaya potensi sumberdaya hayati laut itu. Sumberdaya perikanan dan kelautannya, hanya menjadi incaran nelayan dari luar.
Status Taman Nasional mestinya mampu menjadi pendukung kegiatan pemanfaatan yang lebih baik. Organisasi UPT Taman Nasional yang hingga kini masih di bawah naungan Departemen Kehutanan ini perlu didorong untuk selaras dengan kepentingan daerah. Eksistensi sebagai taman nasional sejak tahun 1992, harusnya telah berdampak signifikan pada semakin meningkatnya produktivitas terumbu karang atau habitat ikan lainnya sebagai penyedia stok perikanan yang bermuara pada peningkatan ekonomi regional.
Namun dewasa ini, justeru tren degradasi ekologi laut, dan semakin tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran di wilayah pesisir semakin mengemuka. Tidak saja di Taka Bonerate tetapi juga di wilayah pesisir lainnya. Pondasi bagi pembangunan sumberdaya laut dirasakan masih jauh dari harapan. Upaya mengisi kapasitas melalui perbaikan input produksi dan adopsi model-model yang berkelanjutan belum menjadi arus utama perencanaan pembangunan. Padahal ini penting untuk menawarkan pembangunan sesuai dengan sifat lokalitas kawasan.
Berbagai kawasan potensial dilanda issu global, dan doktrin pengelolaan konservasi belaka telah memenjarakan kreativitas. Tarik menarik kepentingan antara pelestarian (konservasi) dan pemanfaatan (eksploitasi) yang cenderung membelenggu otoritas pembangunan setempat dalam semangat otonomi. Salah satunya adalah kawasan Taman Nasional, kawasan strategis itu mesti direview efektivitasnya tanpa perlu mengesampingkan konservasi sumberdaya. Tujuannya adalah sumberdaya yang terkandung dapat termanfaatkan dengan baik demi pembangunan sosial ekonomi setempat. Kondisi stagnasi output pengelolaan, harus digugat dan tidak boleh dibiarkan karena sesunguhnya aturan dan pondasi pengelolaan sudah ada. Setidaknya mendorong pemanfaatan yang seimbang.
Sejalan dengan itu, diperlukan reorientasi pengelolaan. Persepsi bahwa laut bersifat open-access, dimana semua bisa memanfaatkannya dengan bebas adalah keliru karena mestinya dapat dikontrol dengan baik dan benar karena segala aturan sudah ada. Tengoklah undang-undang otonomi daerah atau undang-undang pengelolaan pesisir dan laut yang baru dari Departemen Kelautan Perikanan, pengelolaan dan kontrol pemanfaatan dan peran otoritas kabupaten sudah sangat jelas tersurat.
Berbagai perangkat perundang-undangan itu adalah sumber mata angin bagi perencana, fasilitasi dan pengambil kebijakan pembangunan, tentu saja untuk mendorong laju pamanfaatan sumberdaya laut secara bertanggung jawab dimana salah satu targetnya adalah kawasan kunci Taka Bonerate. Sumberdaya perikanan dan pariwisatanya terlalu sayang untuk dibiarkan lelap dalam sepi dan keterisolasian. Atau bahkan, pembiaran pengelolaan yang tak seimbang.
Selamat ulang tahun bagi Kabupaten Selayar, selamat hari Nusantara yang ke 9, majulah pembangunan kelautan benua maritim Indonesia khususnya kabupaten kepulauan Selayar. Deklarasi Djuanda dan pengakuan dunia internasional melalui konvensi hukum laut/UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea yang intinya adalah kedaulatan pengelolaan, mestinya telah menjadi titik tonggak pembangunan kelautan Indonesia. Pertanyaannya kemudian, setelah ulang tahun ini, mampukah segenap stakeholders menorehkan pengelolaan sumberdaya lautnya dengan benar dengan memanfaatkan keunggulan geografis dan kompetitifnya tersebut?

BPR Pesisir Tanadoang Pertama di Indonesia Timur

Siapa pun sepakat mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang menjanjikan. Departemen Kelautan
dan Perikanan coba menggali potensi itu melalui BPR Pesisir Tanadoang di
Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) kembali meresmikan sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir. Hal ini dilakukan berkaitan dengan upaya DKP dalam mendongkrak kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat
di wilayah pesisir. Sebelumnya, DKP telah meresmikan lima BPR Pesisir; yaitu BPR Pesisir di Kabupaten Agam, Pesisir Selatan, Pasuruan, Bima, Lombok Barat dan yang terakhir adalah di Kabupaten Selayar.

Sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia sungguh potensial.
Sayangnya, hal tersebut masih kontradiktif dengan kondisi masyarakat pesisir yang miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang melimpah itu belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Alhasil, potensi tersebut belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi pembangunan bangsa secara keseluruhan.

Menurut penelitian di lapangan, belum optimalnya sumber daya tersebut
karena adanya sejumlah kendala. Seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya pemanfaatan teknologi di bidang kelautan dan perikanan, jaringan pemasaran yang sempit, serta kesulitan dalam mengakses permodalan. Benarkah

Minimnya Peran Perbankan
Peran lembaga perbankan dalam pemenuhan kebutuhan kredit masyarakat
pesisir, sampai saat ini, masih dirasa kuBupati rang maksimal. Lembaga perbankan masih "enggan" melayani kebutuhan kredit masyarakat pesisir. Alasannya karena risiko usaha yang tinggi. Walhasil, masyarakat pesisir yang masuk dalam kategori skala usaha mikro, bahkan beberapa
lebih kecil dari itu tidak mendapatkan prioritas pelayanan kredit.

Melihat kondisi seperti itu, sulitnya masyarakat peisisir mendapat kredit, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang sudah diiniasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2001 melalui Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) berusaha menjebol sumbat kredit usaha mikro tersebut.

Lembaga ini merupakan salah satu alternatif solusi bagi terjaminnya ketersediaan akses kredit bagi masyarakat pesisir. Melalui mekanisme two steps loan yang melibatkan pihak perbankan, masyarakat dapat memperoleh kredit dengan bunga terjangkau di lembaga tersebut. Setidaknya, hingga kini, telah terbentuk sekitar 255 unit LKM yang berbasis di kawasan pesisir. LKM tersebut juga siap melayani kebutuhan
akses permodalan bagi usaha sektor kelautan dan perikanan serta kegiatan yang menunjang lainnya.

Unit usaha simpan pinjam yang sudah terbentuk sampai saat ini antara lain adalah Swamitra Mina, Baitul Qirodl, Unit Simpan Pinjam (USP), dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir. Khusus untuk BPR Pesisir, program ini telah diinisiasi sejak tahun 2003 dan bekerjasama dengan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) sebagai konsultan pendampingnya.

Dalam perjalanannya, program BPR Pesisir mengalami pasang surut. Salah
satunya dikarenakan regulasi perbankan nasional tentang persyaratan pendirian BPR. Jika semula ada sekitar 30 kabupaten/kota yang mengikuti Program BPR Pesisir, kini hanya menyisakan 9 kabupaten/kota. Dan sampai saat ini, dari 9 kabupaten/kota peserta Program BPR Pesisir, baru 6 kabupaten/kota yang telah berhasil keluar ijin operasionalnya. Yaitu BPR Pesisir di Kabupaten Agam, Pesisir Selatan, Pasuruan, Bima, Lombok Barat dan yang terakhir Selayar.

BPR Pesisir Tanadoang
Akhirnya, di wilayah timur Indonesia hadir BPR Pesisir. Pertengahan Maret 2008 lalu (12/3), BPR Pesisir Tanadoang resmi berdiri. BPR ini berada di Kabupaten Selayar. Inilah satu-satunya BPR Pesisir yang sampai saat ini telah berhasil beroperasi di wilayah Indonesia Timur.

Selain sukses berdiri di timur Indonesia, BPR ini tercatat sebagai satu-satunya BPR Pesisir yang direktur utamanya berasal dari pengurus koperasi LEPP M3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina) hasil binaan Departemen Kelautan dan Perikanan. "BPR Tanadoang
merupakan BPR atas inisiasi DKP yang pertama berdiri di Kawasan Timur
Indonesia. Semoga ini bisa memacu BPR yang lain di kawasan timur seperti Kota Ternate untuk cepat bisa berdiri," kata Dr.Ir. Pamuji Lestari. MSc. Kasubdit akses permodalan, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Diakui bahwa berdirinya BPR ini juga tak lepas dari dukungan Pemda setempat. Dalam hal ini Bupati Kabupaten Selayar. Kontribusinya yang berupa sharing modal maupun fasilitas sarana dan prasarana telah mendorong berdirinya BPR ini. Selain itu, proses pendirian ini juga tidak lepas dari keterlibatan pihak Bank Indonesia dan PNM yang gigih
mendampingi pengurus koperasi LEPP M3 Tanadoang sehingga BPR Pesisir
Selayar yang sempat mengalami pasang surut dalam proses pendiriannya
selama sekitar 4 tahun.

Sampai saat ini, modal BPR Pesisir yang siap untuk dikucurkan di sektor kelautan dan perikanan bagi masyarakat selayar sebesar Rp2,5
miliar dan setelah peresmian ini masih ada komitmen Rp1,7 miliar sebagai tambahan modal dari Bupati dan Departemen Kelautan dan Perikanan. "Peran Pemda dalam memberikan permodalan sangat diharapkan untuk memperluas jangkauan pelayanan," ujar Pamuji Lestari.

Keberadaan BPR Pesisir sebagai salah satu unit usaha simpan pinjam
masyarakat pesisir, berfungsi sebagai intermediasi lembaga perbankan
dengan masyarakat pesisir dapat berperan optimal. Kehadiran BPR Pesisir ke depan diharapkan mampu menjadi salah satu tonggak kebangkitan ekonomi rakyat menuju kesejahteraan dan kemandirian masyarakat pesisir. "Ke depan BPR-BPR Pesisir yang sudah berdiri akan fasilitasi untuk membentuk konsorsium dalam rangka penguatan modal BPR Pesisir dan merupakan ajang sharing informasi tentang perkembangankredit mikro bagi masyarakat pesisir," tandas Pamuji Lestari.

Kabupaten Maritim di Sulawesi Selatan




Tak salah kalau Pemerintah Kabupaten Selayar menetapkan visi "Kabupaten Maritim" untuk daerah ini. Faktanya, daerah ini hanya memiliki luas daratan sekitar 1.100 kilometer persegi (km²), sementara wilayah perairan-dihitung 4 mil dari garis pantai-mencapai luas sekitar 21.000 km².
Dengan fakta ini, pemerintah sadar bahwa kekayaan daerah ini ada di laut. Maka, ditetapkanlah pariwisata dan perikanan sebagai sektor paling penting dan harus jadi fokus yang akan digarap maksimal. Pilihan ini tentulah tidak ditetapkan asal-asalan.
Untuk pariwisata, misalnya, 50 persen atau 10.000 km² dari total 21.000 km² wilayah perairan di Selayar adalah perairan yang di bawahnya berkarang dan indah. Sebanyak 50 persen (5.000 km²) dari perairan yang memiliki karang tersebut berada di Taka Bonerate. Dunia mencatat dan menetapkan, Taka Bonerate adalah wilayah perairan terbesar dan terindah ketiga di dunia dengan pemandangan bawah laut yang meliputi karang dan beragam ikan.
"Kami sadar bahwa perairan adalah sektor paling menonjol di Selayar. Dengan kata lain, kekayaan dan potensi terbesar daerah ini ada di laut. Dengan segala yang ada di Selayar, daerah ini memiliki karakteristik sendiri yang tentu saja berbeda dengan wilayah lain di Sulsel. Makanya, dalam banyak hal, kami memberi perhatian yang lebih besar di laut ketimbang di darat," kata Bupati Selayar HM Akib Patta.
Dipilihnya pariwisata, jelas Akib, tak lepas dari keberadaan Taka Bonerate yang sudah telanjur terkenal hingga ke mancanegara. Apalagi belakangan diketahui bahwa tak hanya Taka Bonerate, tetapi sejumlah besar pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Selayar ternyata adalah pulau-pulau yang indah.
Hanya sayang memang karena untuk menggenjot sektor pariwisata ini tidak sedikit kendala yang dihadapi pemerintah setempat. Mungkin klasik, tetapi kenyataannya memang masalah infrastruktur, seperti bandara, pelabuhan feri, serta jalan, menjadi kendala terbesar.
Sebagai contoh, bandara yang masih masuk kategori bandara perintis. Sepanjang bandaranya masih perintis, tentulah tidak mudah menjual pariwisata daerah ini. "Harus kami akui bahwa orang masih takut terbang dengan pesawat kecil. Jadi, kalau mau mendatangkan wisatawan, terutama dari mancanegara, bandara memang harus naik kelas jadi bandara yang bisa didarati pesawat besar," ungkap Akib.
Pilihan melalui jalur laut pun nyaris sama sulitnya dengan jalur udara. Faktanya, selain pelabuhan yang belum memadai, armada penyeberangan feri pun tidak banyak jumlahnya. Sementara itu, masalah jalan juga menjadi kendala. Sepanjang 100 km jalan provinsi yang menghubungkan ujung utara Selayar di Pammatata ke pelabuhan feri di Selatan, yakni di Pattumbukang, masih sangat tidak layak.
"Padahal, pelabuhan feri yang ada di Pattumbukang sudah bisa menghubungkan Selayar dengan Flores. Kami sebenarnya berharap pelabuhan ini bisa jadi pintu keluar masuk ke Taka Bonerate. Artinya, wisatawan dari Bali dan Nusa Tenggara mungkin bisa ke Taka Bonerate melalui pelabuhan feri ini. Tapi sayang karena belum memadai, apalagi jalannya juga parah," kata Akib menambahkan.
Banyaknya kendala bukan berarti pariwisata di Selayar tidak jalan sama sekali. Buktinya kunjungan wisatawan, utamanya dari mancanegara, ke Taka Bonerate terus saja meningkat. Bahkan, dua investor dari Jerman dan Jepang, kendati masih kecil-kecilan, sudah pula mulai menggarap pariwisata. Pemerintah tentu saja tak hanya diam.
"Kami berusaha semaksimal mungkin membenahi apa-apa yang bisa kami lakukan dan sesuai kemampuan kami. Misalnya saja kami membuat kampung wisata di Jammeng, Pantai Timur Selayar. Di kampung ini kami mengarahkan dan membantu penduduk untuk membenahi rumahnya, memberi listrik dan air bersih agar wisatawan bisa berwisata sambil ikut merasakan kehidupan masyarakat. Hasilnya pun bisa langsung ke masyarakat. Rupanya ini cukup diminati. Selain itu, kami juga terus melakukan promosi, baik bekerja sama dengan biro travel maupun organisasi-organisasi lain yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata," ujar Akib menjelaskan.
Perikanan, sektor lain yang juga menjanjikan, nyatanya menghadapi kendala sama beratnya dengan sektor pariwisata. Hingga kini, Selayar belum memiliki pelabuhan perikanan. Akibatnya, retribusi dari sektor ini nyaris bisa dibilang belum ada. Padahal, ikan-ikan di perairan Selayar umumnya berkualitas ekspor, seperti napoleon, kerapu, lobster, dan lainnya. Tragisnya, hasil laut perairan Selayar justru lebih banyak dinikmati nelayan-nelayan dari daerah tetangga, seperti Bulukumba, Sinjai, bahkan dari Bali.
"Lebih banyak nelayan dari Bulukumba, Sinjai, bahkan Bali yang menangkap ikan di perairan Selayar. Sebagian lagi membeli hasil tangkapan nelayan Selayar. Kami belum dapat apa-apa karena selain tidak punya pelabuhan perikanan, sebagian hasil tangkapan itu dibeli di tengah laut," ujar Akib.
Dengan alasan ini, pemerintah mulai merintis pembangunan pelabuhan perikanan di Benteng Selayar. Rencananya, pelabuhan ini akan dijadikan pelabuhan yang dilengkapi berbagai sarana, seperti cold storage dan dermaga yang memadai. Tapi, mengingat biayanya yang sekitar Rp 30 miliar, Pemerintah Kabupaten Selayar berharap pusat atau Departemen Kelautan dan Perikanan mau ikut membantu.
Pemerintah setempat berharap keberadaan pelabuhan perikanan ini akan membantu pemasukan daerah, utamanya dari retribusi, apalagi selama ini memang perairan belum menyumbang ke PAD. Retribusi dari sektor lain, seperti pertanian dan perkebunan, juga tidak ada. Satu-satunya retribusi yang terbesar berasal dari pasar.
"Murni pasar karena kami tidak memungut dari pertanian. Kalau petani menanam bagus dan hasilnya bagus serta tidak ada andil pemerintah di situ, saya pantang memungut retribusi. Saya hanya mau memungut bila di situ saya punya andil, misalnya membuat produk mereka memiliki nilai tambah," kataAkib.

Kabupaten Maritim di Sulawesi Selatan



Tak salah kalau Pemerintah Kabupaten Selayar menetapkan visi "Kabupaten Maritim" untuk daerah ini. Faktanya, daerah ini hanya memiliki luas daratan sekitar 1.100 kilometer persegi (km²), sementara wilayah perairan-dihitung 4 mil dari garis pantai-mencapai luas sekitar 21.000 km².
Dengan fakta ini, pemerintah sadar bahwa kekayaan daerah ini ada di laut. Maka, ditetapkanlah pariwisata dan perikanan sebagai sektor paling penting dan harus jadi fokus yang akan digarap maksimal. Pilihan ini tentulah tidak ditetapkan asal-asalan.
Untuk pariwisata, misalnya, 50 persen atau 10.000 km² dari total 21.000 km² wilayah perairan di Selayar adalah perairan yang di bawahnya berkarang dan indah. Sebanyak 50 persen (5.000 km²) dari perairan yang memiliki karang tersebut berada di Taka Bonerate. Dunia mencatat dan menetapkan, Taka Bonerate adalah wilayah perairan terbesar dan terindah ketiga di dunia dengan pemandangan bawah laut yang meliputi karang dan beragam ikan.
"Kami sadar bahwa perairan adalah sektor paling menonjol di Selayar. Dengan kata lain, kekayaan dan potensi terbesar daerah ini ada di laut. Dengan segala yang ada di Selayar, daerah ini memiliki karakteristik sendiri yang tentu saja berbeda dengan wilayah lain di Sulsel. Makanya, dalam banyak hal, kami memberi perhatian yang lebih besar di laut ketimbang di darat," kata Bupati Selayar HM Akib Patta.
Dipilihnya pariwisata, jelas Akib, tak lepas dari keberadaan Taka Bonerate yang sudah telanjur terkenal hingga ke mancanegara. Apalagi belakangan diketahui bahwa tak hanya Taka Bonerate, tetapi sejumlah besar pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Selayar ternyata adalah pulau-pulau yang indah.
Hanya sayang memang karena untuk menggenjot sektor pariwisata ini tidak sedikit kendala yang dihadapi pemerintah setempat. Mungkin klasik, tetapi kenyataannya memang masalah infrastruktur, seperti bandara, pelabuhan feri, serta jalan, menjadi kendala terbesar.
Sebagai contoh, bandara yang masih masuk kategori bandara perintis. Sepanjang bandaranya masih perintis, tentulah tidak mudah menjual pariwisata daerah ini. "Harus kami akui bahwa orang masih takut terbang dengan pesawat kecil. Jadi, kalau mau mendatangkan wisatawan, terutama dari mancanegara, bandara memang harus naik kelas jadi bandara yang bisa didarati pesawat besar," ungkap Akib.
Pilihan melalui jalur laut pun nyaris sama sulitnya dengan jalur udara. Faktanya, selain pelabuhan yang belum memadai, armada penyeberangan feri pun tidak banyak jumlahnya. Sementara itu, masalah jalan juga menjadi kendala. Sepanjang 100 km jalan provinsi yang menghubungkan ujung utara Selayar di Pammatata ke pelabuhan feri di Selatan, yakni di Pattumbukang, masih sangat tidak layak.
"Padahal, pelabuhan feri yang ada di Pattumbukang sudah bisa menghubungkan Selayar dengan Flores. Kami sebenarnya berharap pelabuhan ini bisa jadi pintu keluar masuk ke Taka Bonerate. Artinya, wisatawan dari Bali dan Nusa Tenggara mungkin bisa ke Taka Bonerate melalui pelabuhan feri ini. Tapi sayang karena belum memadai, apalagi jalannya juga parah," kata Akib menambahkan.
Banyaknya kendala bukan berarti pariwisata di Selayar tidak jalan sama sekali. Buktinya kunjungan wisatawan, utamanya dari mancanegara, ke Taka Bonerate terus saja meningkat. Bahkan, dua investor dari Jerman dan Jepang, kendati masih kecil-kecilan, sudah pula mulai menggarap pariwisata. Pemerintah tentu saja tak hanya diam.
"Kami berusaha semaksimal mungkin membenahi apa-apa yang bisa kami lakukan dan sesuai kemampuan kami. Misalnya saja kami membuat kampung wisata di Jammeng, Pantai Timur Selayar. Di kampung ini kami mengarahkan dan membantu penduduk untuk membenahi rumahnya, memberi listrik dan air bersih agar wisatawan bisa berwisata sambil ikut merasakan kehidupan masyarakat. Hasilnya pun bisa langsung ke masyarakat. Rupanya ini cukup diminati. Selain itu, kami juga terus melakukan promosi, baik bekerja sama dengan biro travel maupun organisasi-organisasi lain yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata," ujar Akib menjelaskan.
Perikanan, sektor lain yang juga menjanjikan, nyatanya menghadapi kendala sama beratnya dengan sektor pariwisata. Hingga kini, Selayar belum memiliki pelabuhan perikanan. Akibatnya, retribusi dari sektor ini nyaris bisa dibilang belum ada. Padahal, ikan-ikan di perairan Selayar umumnya berkualitas ekspor, seperti napoleon, kerapu, lobster, dan lainnya. Tragisnya, hasil laut perairan Selayar justru lebih banyak dinikmati nelayan-nelayan dari daerah tetangga, seperti Bulukumba, Sinjai, bahkan dari Bali.
"Lebih banyak nelayan dari Bulukumba, Sinjai, bahkan Bali yang menangkap ikan di perairan Selayar. Sebagian lagi membeli hasil tangkapan nelayan Selayar. Kami belum dapat apa-apa karena selain tidak punya pelabuhan perikanan, sebagian hasil tangkapan itu dibeli di tengah laut," ujar Akib.
Dengan alasan ini, pemerintah mulai merintis pembangunan pelabuhan perikanan di Benteng Selayar. Rencananya, pelabuhan ini akan dijadikan pelabuhan yang dilengkapi berbagai sarana, seperti cold storage dan dermaga yang memadai. Tapi, mengingat biayanya yang sekitar Rp 30 miliar, Pemerintah Kabupaten Selayar berharap pusat atau Departemen Kelautan dan Perikanan mau ikut membantu.
Pemerintah setempat berharap keberadaan pelabuhan perikanan ini akan membantu pemasukan daerah, utamanya dari retribusi, apalagi selama ini memang perairan belum menyumbang ke PAD. Retribusi dari sektor lain, seperti pertanian dan perkebunan, juga tidak ada. Satu-satunya retribusi yang terbesar berasal dari pasar.
"Murni pasar karena kami tidak memungut dari pertanian. Kalau petani menanam bagus dan hasilnya bagus serta tidak ada andil pemerintah di situ, saya pantang memungut retribusi. Saya hanya mau memungut bila di situ saya punya andil, misalnya membuat produk mereka memiliki nilai tambah," kataAkib.

Dibalik Penangkapan Hadi : KPK Diharap Bidik Petinggi Selayar dan Sejumlah Daerah




Makassar, Kabar News- Tertangkapnya Anggota DPRRI Adul Hadi, Fraksi PAN asal Sulsel, senin lalu, yang dituding menerima suap terkait pembangunan pelabuhan dan bandara di Indonesia Bagian Timur, maka LAPPAN mengharapkan, KPK, segera membidik sejumlah pejabat di Selayar dan beberapa daerah lainnya di Sulsel.

Jufri. K, Ketua Umum Lembaga Pemantau Penyalahgunaan Jabatan (LAPPAN) menengarai pula pembangunan 5 pelabuhan di Kepulauan Selayar, Sulsel, memiliki keterkaitan dengan Hadi. Sehingga pejabat di kepulauan ini harus pula dibidik KPK, guna mengetahui persis nilai kerugian Negara di daerah tersebut.

“Kami sangat berharap, agar KPK segera turun melakukan penyelidikan terhadap petinggi yang ada di Selayar. Karena pengambil kebijakan diduga pula memiliki keterkaitan pembangunan 5 pelabuhan itu,” ucap Jufri, saat memberi keterangan pers, via telepon selularnya, Selasa mlam (3/3).

Demikian halnya dengan proyek pembangunan Pelabuhan Siwa, Kabupaten Wajo, Pelabuhan Awwarange Kabupaten Barru, Pelabuhan Malili, dan Pelabuhan Untia di Makassar, perlu diselidiki pula KPK, karena ditengarai memiliki keterkaitan dengan anggota DPRRI tentang indikasi suap.

“Untuk tahun ini perlu pula mewaspadai pembangunan pelabuhan di Kabupaten Bantang yang menelan anggran Rp 200 miliar,” kunci Ketua umum LAPPAN, penuh harap. (Zulkifli Malik/Andi Ahmad)

Bupati Akui Selayar Masih Tertinggal



Bupati Selayar, Syahrir Wahab, mengaku kabupaten yang dinakhodainya masih termasuk daerah tertinggal. Hal tersebut diungkap Syahrir di hadapan ratusan masyarakat Selayar yang mengikuti Maulid Nabi Muhammad SAW, Sabtu malam, 29 Maret.“Kabupaten Pinrang, Takalar, dan Tana Toraja sudah keluar dari predikat sebagai daerah tertinggal, tapi Selayar belum.
Pak Menteri Daerah Tertinggal pernah mengatakn kepada saya, kalau Selayar masih akan mendapat bantuan,” aku Syahrir di Gedung Persatuan Masyarakat Selayar (Permas), Jalan Sungai Limboto, Makassar.
Kendati demikian, tambah Syahrir, peningkatan pada berbagai sektor di Selayar dalam komandonya cukup bagus. Sebagai bukti, ungkapnya, perkembangan ekonomi yang cukup besar. Sementara angka pengangguran makin berkurang.
“Angka kemiskinan sebelumnya berkisar 32 persen, sekarang hanya sisa 16 persen. Sementara jumlah pengangguran yang dulunya sembilan persen, kini hanya 6,9 persen,” terang Syahrir Wahab.
Dia juga berjanji, akan terus berupaya melakukan upaya untuk membawa Selayar keluar dari predikat daerah tertinggal. Ia pun meminta kepada seluruh masyarakat Selayar ikut berpartisipasi, termasuk yang berdomisili di luar kabupaten.