Laman

Sabtu, 04 April 2009

Menjajaki Kabupaten Bantaeng


Bantaeng atau Bonthain, konon berasal dari kata Bantayan dan sudah dikenal sejak dulu. Kabupaten Bantaeng adalah sebuah Kabupaten dari 28 Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi-Selatan. Daerah ini membentang dari Barat ke Timur pada bagian jazirah Selatan Propinsi Sulawesi-Selatan, dengan luas wilayah 395,83 km², terbagi atas 6 kecamatan, 47 desa, dan 21 kelurahan, dengan jumlah penduduk 168.828 jiwa.
Ibukota Kabupaten Bantaeng terletak sekitar 123 km arah Selatan Kota Makassar, dapat ditempuh sekitar 2 sampai 2,5 jam dengan kendaraan mobil. Daerah ini berada pada posisi 5º35’26” Lintang Selatan dan 119º51’13” sampai 120º05’27 Bujur Timur.
Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto di sebelah Barat, Kabupaten Bulukumba di sebelah Timur, Kabupaten Gowa di sebelah Utara, sedangkan di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores.
Kabupaten Bantaeng mempunyai iklim tropis basah. Bulan Oktober sampai Maret merupakan musim hujan, dan musim kemarau jatuh antara bulan April sampai September. Temperatur udara rata-rata 18 sampai 28º C.
Wilayahnya terdiri dari pesisir pantai, lembah daratan, dan bukit pegunungan, berada pada ketinggian 0 sampai lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl). Dan Gunung Lompobattang tingginya 2.870 meter dpl.
OBYEK WISATA ALAM
1. Permandian Alam Eremerasa
Permandian Eremerasa terletak di Desa Kampala, Kecamatan Eremerasa, jaraknya 16 km dari Ibukota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana ditempuh sekitar 30 menit. Di sekitar permandian alam ini udaranya sejuk, dengan pemandangan alam berupa perbukitan yang ditumbuhi pohon dan tanaman berwarna hijau. Di sana merupakan wilayah pengembangan buah-buahan seperti, manggis, rambutan, durian, dll.
Terdapat kolam renang sebanyak dua buah, masing-masing untuk orang dewasa dan anak-anak. Kolam renang ini mempunyai sumber air dari pegunungan. Airnya jernih dan sejuk. Di sana anda dapat melakukan kegiatan mandi dan berenang. Di antara kedua kolam renang itu terdapat sebuah panggung untuk pentas atau pertunjukan kesenian.
Di sekitar kolam renang terdapat aliran sungai dari pegunungan, mengalir di antara batu-batu dan membentuk air terjun kecil.




2. Air Terjun Bissappu
Air terjun Bissappu ini terletak di Desa Bontosalluang, Kecamatan Bissappu, sekitar 5 km dari Ibukota Bantaeng. Lokasinya dapat ditempuh sekitar 15 menit, melewati tanjakan berkelok-kelok.
Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan di waktu pagi hari atau sebelum siang hari. Anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di sepanjang jalan. Di sana, anda dapat menyaksikan bebatuan di sekitar air terjun. Untuk dapat melihat air terjun, pegunjung harus harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah. Taman di sekitar air terjun itu tertata secara alami. Di sekitarnya terdapat batu besar sebagai panggung pertunjukan seni dan tempat beristrahat.
3. Pantai Pasir Putih Korong Batu
obyek wisata alam dan wisata bahari ini terletak di Desa Baruga, Kecamatan Pa’jukukang, sekitar 18 km dari Ibukota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat di tempuh sekitar 30 menit melewati jalan poros Bantaeng ke arah Kabupaten Bulukumba. Pantai pasir putih ini terletak tak jauh dari jalan raya.
Pelancong yang melakukan ke sana dapat menggunakan sepeda motor atau mobil. Dari jalan raya, terdapat jalan setapak yang dapat dilewati oleh kendaraan. Jalan tanah yang sudah mengalami pengerasan ini jaraknya tak lebih 1 kilo meter dari jalan raya.
Di sini anda dapat melakukan kegiatan berjemur di pantai atau olahraga pantai. Mandi atau berendam di laut, juga kegiatan yang mengasyikkan. Kalau anda ingin berlayar dengan perahu, di tepi pantai tersedia perahu nelayan yang dapat di sewa untuk berkeliling di sepanjang pantai.
4. Pantai Selatan dan Taman Bermain Anak
Taman bermain ini terletak di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, dalam kota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat ditempuh sekitar 5 menit melewati jalan poros. Di sini ada dermaga, tempat berlabuhnya perahu nelayan dan perahu yang mengangkut barang.
Dermaga dengan konstruksi kayu itu menjadi tempat bersantai para anak muda di waktu minggu pagi maupun setiap sore hari. Di dekatnya terdapat cafetaria. Pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman ringan sambil mendengarkan musik. Dan yang terpenting, di sana terdapat pula taman bermain untuk anak-anak dengan berbagai fasilitas dan jenis permainan.
Tak jauh dari dermaga, di sepanjang pantai terdapat tempat duduk yang terbuat dari tembok memanjang dari Timur ke Barat. Banyak anak muda senang mangkal di sini. Duduk di pinggir pantai di sore hari sambil menunggu matahari terbenam, merupakan pemandangan yang dapat dijumpai setiap hari.
5. Makam Raja-raja La Tenri Ruwa
Kompleks makam ini terletak di tengah Kota Bantaeng, tepatnya di Lingkungan Lembang Cina, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng.
Sekitar 50 meter sebelah Timur kompleks makam ini terdapat Sungai Calendu. Di dalam lokasi kompleks ini terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman, ruang informasi, kamar mandi, dan WC, serta ruang istrahat.
Makam Raja-raja Bantaeng ini lebih dikenal dengan makam Raja-Raja La Tenri Ruwa. Nama ini diambil dari seorang tokoh sejarah yaitu La Tenri Ruwa yang makamnya ada dalam kompleks tersebut.
La Tenri Ruwa adalah nama-nama Raja Bone ke-11 ia pertama menerima ajakan dari Raja Gowa ke-14 I Mangerangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin untuk memeluk Agama Islam, selanjutnya diangkat menjadi raja di Bantaeng.
Dalam kompleks makam ini terdapat sekitar 159 buah makam. Bangunan makam ini terbuat dari batu karang, selebihnya dari batu padas, batu bata, dan batu kapur yang memakai bahan perekat semen.
6. Gua Batu Ejaya
Gua ini terletak di Kelurahan Bontojaya, Kecamatan Bissappu, sekitar 16 km dari Ibukota Bantaeng. Gua ini dari kejauhan sudah kelihatan, karena berada di atas bukit yang datar, letaknya sekitar 300 meter dari jalan raya.
Di sekitar gua ini terdapat banyak pohon kapuk randu. Masyarakat setempat menggunakan buah kapuk randu itu sebagai bahan baku untuk membuat kasur. Gua ini terbentuk dari batu kapur yang terjadi pada zaman plestosin, gua semacam ini sering disebut abris sous rouce. Es yang ada di kutub Utara dan Selatan mencair. Akibatnya, terjadi air pasang hingga beberapa meter di atas permukaan laut, dan air laut menutupi sebagian besar daratan. Karena adanya pukulan-pukulan ombak ke gunung batu kapur, maka terbentuklah apa yang di sebut gua.
Gua Batu Ejayya pernah diteliti pada tahun 1937 oleh Van Stein Callonfols, ilmuwan dari negeri Belanda. Ia melakukan penggalian arkeologi dan menemukan alat-alat batu jenis calsedon berupa serpihan yang digunakan sebagai pencerut dan ujung-ujung anak panah.
7. Kawasan Balla Tujua di Onto
Balla Tujua atau tujuh buah rumah ini terletak di Perkampungan Tua Onto di Lereng Gunung Lompo Battang, di Desa Onto, Kecamatan Bantaeng sekitar 12 km sebelah Utara Ibukota Bantaeng. Balla Tujua adalah berupa situs perkampungan, menempati areal tanah milik rakyat seluas 5 hektar are. Disekelilingnya ditumbuhi pohon-pohon besar yang tingginyamencapai 60 meter. Di antara pohon-pohon itu terdapat rotan dan pohon lainnya.
Di dalam perkampungan itu terdapat 7 buah rumah tinggal. Ada 6 buah rumah di antaranya berukuran besar dan menghadap ke Utara, sedangkan 1 buah yang berukuran kecil menghadap ke Selatan.
Selain itu, di sana terdapat bangunan tempat upacara untuk kegiatan pelantikan kepala kaum, pesta perkawinan, dan upacara kelahiran bayi. Bangunan itu berupa rumah panggung dan pagar, yaitu balla lompoa, balla toddo’ dan balla ca’dia. Bangunan lainnya dikenal dengan nama taka bassia, yaitu bangunan bekas tempat penempaan besi, terletak di sebelah Selatan balla ca’dia.
Mereka yang tinggal di sana merupakan salah satu dari tujuh kelompok masyarakat yang ada di Bantaeng pada zaman dahulu. Setiap kelompok masyarakat dipimpin oleh kepala kaum yang disebut totoa. Dia dianggap tua atau dituakan dalam kelompoknya. Selain itu, dia dianggap memiliki kecakapan tertentu dan sebagai simbol kehadiran leluhur mereka.
Cikal bakal Kerajaan Bantaeng berasal dari Onto. Kepala kaum di Onto bergelar Rampang Onto yang digantikan oleh Karaeng Loe ri Onto. Setelah wafat, ia digantikan Punta Dolangang dengan gelar Dala Onto, kemudian dilantik sebagai raja yang pertama di Bantaeng.
8. Makam Datuk Pakkalimbungan
Makam ini terletak di Kelurahan Bontosunggu, Kecamatan Bissappu, sekitar 2 km dari Ibukota Bantaeng. Makam ini masih terawat dan banyak dikunjungi oleh masyarakat di Kabupaten Bantaeng dan daerah sekitarnya.
Dari jalan dekat Kantor Camat Bissappu, para pengunjung yang datang harus memarkir kendaraannya sekitar 700 meter sebelum sampai lokasi makam.
Setelah itu, mereka harus berjalan kaki melewati jalan setapak. Mereka yang datang ke sana biasanya untuk berziarah atau melepas nazar.
Setiap hari, makam ini ramai dikunjungi orang. Pada hari Minggu, pengunjung yang datang ke sini jumlahnya mencapai ratusan orang. Mereka datang bersama keluarganya di waktu pagi dan pulang pada siang atau sore hari.
Datuk Pakkalimbungan mempunyai nama asli yaitu Syekh Muhammad Amir. Pada masa hidupnya (1912), ia adalah seorang muballiq besar dan sangat dikagumi oleh masyarakat di sekitar Bantaeng. Di Bantaeng pernah ada beberapa muballiq besar, di antaranya Syekh Nur Baharuddin di Masjid Taqwa Tompong (1889), dan Syekh Tuan Abdul Gani di Bissampole (1800).

OBYEK AGRO WISATA
9. Kawasan Perkebunan Kopi
Perkebunan kopi di Kabupaten Bantaeng umumnya berada di daerah pegunungan yang dingin. Arealnya terletak di Desa Labbo, Kelurahan Ereng-Ereng, dan Patteneang. Semuanya berada dalam wilayah Kecamatan Tompobulu.
Dari tiga lokasi penghasil kopi itu, jaraknya sekitar 28 kilometer dari Kota Bantaeng. Jenis kopi yang ditanam di sini adalah kopi Robusta dan kopi Arabika.
Aroma kopi Robusta ini sudah terkenal sejak dulu. Produk kopi dari daerah ini dikirim ke berbagai daerah, dan sebagian lagi diantar-pulaukan. Wisatawan yang berkunjung ke daerah ini dapat menikmati aroma kopi Robusta yang sudah ditumbuk halus dapat dibeli di toko-toko untuk dijadikan buah tangan atau oleh-oleh.
10. Kawasan Perkebunan Jeruk
Perkebunan jeruk manis “keprok Selayar” terletak di Kelurahan Bontolangkasa, Desa Bontocinde, Desa Bontojai, dan Kelurahan Bontojaya. Semuanya berada dalam wilayah Kecamatan Bissappu sekitar 12 kilometer dari Kota Bantaeng.
Luas areal perkebunan jeruk keprok yang ada di sana mencapai 5000 hektaare. Buah jeruk itu dipanen pada bulan Juli sampai Agustus setiap tahun. Produksi atau buah jeruk yang sudah dipanen dijual ke Makassar dan beberapa kota besar lainnya, seperti halnya jeruk siam asal Mallangke’ dan Kabupaten Mamuju.
11. Kawasan Pertanian Holtikultura Sayuran
Areal pertanian holtikultura sayuran berupa kol, wortel dan kentang lokasinya di Desa Bontomarannu dan Desa Bontolojong, Kecamatan Uluere, sekitar 24 km dari Kota Bantaeng. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang cukup menonjol. Data terakhir menyebutkan, jumlah produksinya mencapai 5.986 ton per tahun.
Sebagai penghasil sayuran sesudah Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekang, daerah ini sudah memenuhi kebutuhan sayur dengan segala jenisnya ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara.
Berbagai jenis sayuran telah menembus pasar antar pulau selain memenuhi kebutuhan daerah sendiri. Selain itu, Bantaeng juga telah memproduksi beras kualitas ekspor melalui industri beras yang sedang dikembangkan, yakni jenis Bromo Bantaeng (Membramo).

KALENDER KEGIATAN WISATA DAN ATRAKSI WISATA
12. Hari Jadi Bantaeng
Bantaeng atau Bantayan dan Bonthain yang dijuluki butta toa, diartikan sebagai tanah tua dan bersejarah (daerah yang sudah lama). Sejak abad ke-12 daerah ini sudah memiliki suatu tradisi budaya tersendiri. Butta toa adalah simbol Kabupaten Bantaeng mempunyai nilai historis yang harus dilestarikan.
Dalam Musyawarah Besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) pada Juli 1999 di Bantaeng, tanggal 7 Desember 1254 ditetapkan sebagai hari jadi Bantaeng. Tanggal 7 diambil sebagai simbol keberadaan 7 mitos dari sejarah Balla Tujua di Onto (7 buah rumah dalam batas lalang bata) yang didiami oleh tujuh orang bersaudara (pewaris keturunan Tumanurung).
Bulan 12 merupakan simbol dari Adat 12 (ada’ sampulong rua), suatu lembaga adat yang secara berkala melakukan sidang atau musyawarah di Balla Lompoa (semacam DPRD di zaman sekarang).
Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr. Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada dan eksis. Dengan demikian, tahun 1254 ditetapkan sebagai tahun kelahiran Bantaeng.



13. Pesta Adat Pa’jukukang
Pa’jukukang adalah nama sebuah desa, pemukiman penduduk yang berada di antara tambak, empang dan pesisir pantai yang mirip dengan pasar ikan.
Lokasinya terletak sekitar 10 km sebelah Timur Kota Bantaeng. Pesta Adat Pa’jukukang dikenal sejak abad ke-14 sebuah pesta adat yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Sya’ban tahun Hijriah.
Pada perayaan pesta adat Pa’jukukang itu, kaum bangsawan, perangkat adat dan rakyat biasa, semuanya berkumpul melakukan pertemuan untuk saling bersilaturahmi dan bersukaria. Dalam pesta adat itu mereka bersama-sama makan ikan, yaitu jenis ikan belanak, bandeng, banyarak, dan ikan laut hasil tangkapan nelayan setempat.
Pesta adat itu sendiri dirayakan selama 7 hari 7 malam. Acara pembukaan dilakukan di Ibukota Kerajaan Gantarangkeke. Disini ada prosesi ritual yang dikenal dengan nama Kawaru, artinya memuliakan atau menghormati.
Mereka melakukan penghormatan kepada arwah nenek moyang di Balla Lompoa Gantarangkeke. Setelah itu, dilanjutkan dengan adu ketangkasan dan pertunjukan tari-tarian. Acara berakhir setelah para penduduk di sana saling mengunjungi dan para tamu dijamu dengan makanan khas yang disebut kaloli.
14. Tari Paolle dan Tari Paddeko
Tari Paolle dan Tari Paddeko merupakan tarian khas masyarakat Bantaeng. Tarian ini biasa diperagakan pada upacara pelantikan raja dan upacara adat lainnya, misalnya pada upacara appainung karaeng (mencuci pusaka), panen padi di sawah, pesta perkawinan, khitanan, dan acara syukuran lainnya.
Tari Paolle adalah tari pakarena versi Bantaeng dan dimainkan oleh gadis-gadis. Sedangkan Tari Paddeko dimainkan oleh gadis dan remaja pria. Jumlah penarinya 6 sampai 12 orang. Posisi kaki bagi penari paolle umumnya terbuka, dan gerakan tubuhnya yang perlahan ammeliu memegang peranan dominan.
Jari tangan kiri memegang selendang, dengan sentuhan jari telunjuk. Sedang jari tangan kanan memegang kipas yang tertutup dan terbuka. Kostum yang dipakai penari paolle yaitu baju bodo warna merah, sarung, kipas, dan selendang serta hiasan selengkapnya. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah sepasang gendang dan satu buah gong. Penyanyi sebanyak 2 atau 3 orang.

Tidak ada komentar: