Laman

Sabtu, 04 April 2009

Mengenali Pribadi H. Andi Idris M Melalui Rangkaian Visi & Misi



Mungkin dulunya, Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana yang terletak dalam wlayah pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara, hanyalah sebuah nama perkampungan nelayan kecil nun terpencil yang tidak memiliki nilai historis sama sekali.
Akan tetapi, siapa nyana jikalau pada tahun 1969 silam dari wilayah Moronene atau yang pada zaman dahulu kala pernah dimitoskan sebagai negeri Dewi Sri itu, ternyata adalah merupakan daerah kelahiran seorang bocah laki-laki yang saat ini telah tumbuh menjadi insan politisi handal di Bumi Tanadoang Selayar.
Andi Idris M, begitulah nama wakil rakayat dari lembaga DPRD Selayar yang lahir tepat pada tahun ke empat setelah Pemerintah Republik Indonesia berhasil memukul mundur pasukan G30/SPKI dan antek-anteknya dari Bumi pertiwi.
Sungguh pun pada masa itu, pria yang lebih akrab disapa Idris ini harus lahir di tengah perkampungan nelayan tradisional yang penuh dengan nuansa keterbatasan dan kondisi keluarga yang serba kekurangan. Akan tetapi, hal tersebut tidak lantas membuat pria ini menjadi minder dan berkecil hati.
Malah sebaliknya, ia merasa bersyukur bisa lahir di tengah perkampungan yang seperdua jumlah penduduknya di dominasi suku campuran, asal Pulau Sulawesi antara lain : Moronene, Bajo, Bugis, dan Buton. Oleh karena itu pula, sangat wajar kalau sejak dulu sampai sekarang ia masih sangat hafal betul adat-istiadat dan gaya bahasa keseharian penduduk setempat yang senantiasa hidup dalam jalinan suasana penuh keakraban, kedamaian dan kerukunan. Walaupun mereka berada jauh di daerah perantauan tepatnya di Kecamatan Kabaena, Provinsi Sulawesi Tenggara sana.
Satu kebanggaan tersendiri baginya, karena bila dibandingkan dengan anak-anak se- usianya kala itu, Andi Idris adalah salah satu anak yang tergolong begitu pandai dan lincah berenang di lautan luas, lantaran letak rumah keluarganya yang berdekatan dengan areal pelabuhan. Bahkan sejak itu pula, ia sudah sangat hafal dan mengerti bagaimana pahit getirnya kehidupan nelayan yang hanya menggantungkan kelangsungan hidup keluarga mereka dari hasil melaut.
Meski terkadang, para nelayan di daerah ini harus rela menyabung nyawa di tengah garangnya hantaman ombak besar, dan ganasnya amukan badai gelombang pasang serta dahsyatnya angin kencang yang kerap kali menjadi penyebab utama karangnya kapal-kapal nelayan di daerah pemilik lautan seluas 11.837 km² itu.
Pada era tahun 1990-an, rasa kecintaannya akan kehidupan alam bahari kemudian mengilhami langkah awal dan niat tulusnya untuk dapat hidup menyatu dengan masyarakat nelayan di sebuah Pulau kecil bernama Pasitallu yang termasuk di dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Selayar.
Sejak saat itu, pria yang kini duduk sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar ini pun, semakin mudah untuk memahi, tentang berbagai bentuk kekhawatiran masyarakat nelayan yang tinggal menetap di daerah kawasan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Dari kebiasaannya berinteraksi dengan masyarakat, perlahan tapi pasti ia juga mulai mengerti tentang langkah dan upaya yang harus dilakukan dalam rangka pemenuhan bentuk kebutuhan masyarakat pesisir. Dengan sepenggal asa, saban hari kelak masyarakat nelayan dapat merubah pola hidupnya dari pra sejahtera menjadi lebih sejahtera.
Karena fakta menunjukkan, tidak sedikit diantara masyarakat nelayan negeri ini yang kemudian harus terjerat oleh himpitan bunga pinjaman dari sang lintah darat atau juragan yang memberikan pinjaman modal operasional saat para nelayan akan memulai rutinitas melautnya.
Berangkat dari pengalaman hidupnya sebagai seorang nelayan yang pernah melakoni hampir seluruh bentuk rutinitas keseharian nelayan pesisir, mulai dari menjaring ikan, memasang buhu, memasang bagang sampai kepada memancing dengan menggunakan alat yang kala itu masih serba manual. Secara berjenjang ia mulai menapaki hidupnya sebagai seorang sawi, ABK (Anak Buah Kapal, red), lalu tampil menjadi nakhoda (juragan kapal, red) sampai akhirnya, Allah SWT menakdirkan dirinya untuk memiliki kapal pribadi.
Melihat keuletan dan kerja kerasnya di dalam melakoni kehidupan dunia nelayan. Dengan restu Allah SWT, tidak berselang lama kemudian, berkat dukungan dan prakarsa masyarakat nelayan di Pulau Pasitallu dan sekitarnya, Andi Idris pun akhirnya dinobatkan sebagai pembina kelompok nelayan.
Menganggap penobatannya sebagai pembina kelompok nelayan Pasitallu merupakan bentuk amanah masyarakat, maka terhitung sejak hari itu pula ia betul-betul mulai mencurahkan segenap pemikirannya untuk mengupayakan perbaikan nasib nelayan. Bahkan ia rela untuk berhenti turun melaut demi mengurusi kelompok nelayan itu sendiri.
Pada masa jabatannya sebagai pembina kelompok nelayan Pasitallu, Andi Idris lebih banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat. Dan banyak bertanya kepada tim pemerintah dan LSM yang sekali waktu datang menyambangi daerah mereka.
Disamping ia juga banyak melewatkan waktu senggangnya untuk merenung dan berfikir, kapan masyarakat nelayan Pasitallu bisa memiliki seorang figur Anggota Dewan yang diharapkan bisa menyuarakan aspirasi kelompok nelayan ?. yang sekaligus dapat diandalkan untuk dapat melawan segala bentuk praktik kesewenang-wenangan oknum aparat kepada masyarakat jelatah.
Memberikan perlindungan, advokasi dan pembelaan kepada kelompok masyarakat nelayan sesuai dengan batasan kemampuan dan tenaga, merupakan komitmen yang senantiasa dipegang teguh putra Kabaena itu.
Berbekal ikhtiar, dan ketulusan do’a yang lahir dari hati kecil seorang Andi Idris untuk mengupayakan perubahan potret buram kehidupan nelayan pesisir. Atas perkenaan Allah SWT dan dukungan signifikan dari masyarakat nelayan akhirnya pemilik nama lengkap Andi Idris, M ini pun dapat terpilih menjadi wakil rakyat di lembaga DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar Periode 2004-2009.
Pasca pengambilan sumpah dan pelantikannya sebagai wakil rakyat ia senantiasa berupaya tampil ideal dan maksimal. Dengan tidak sekali pun melewatkan agenda rapat maupun sidang-sidang paripurna DPRD. Kamus sejarah perjalanan kariernya sebagai seorang Anggota DPRD, tidak sekalipun pernah tercatat kata alpa dan ketidak hadiran dalam pelaksanaan rapat maupun sidang paripurna.
Meski dirinya, hanya seorang anggota dewan yang berasal dari pulau terpencil namun ia selalu tampil percaya diri dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Bahkan hampir dalam setiap sidang dan rapat paripurna ia selalu teringat akan kondisi masyarakat di kampung halamannya, tepatnya Pulau Pasitallu yang sampai saat ini masih sangat jauh mengalami keterkebelakangan dalam segala sektor dan bidang. Utamanya, pada leading sektor, pelayanan kesehatan, pendidikan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Bayangan penderitaan dan keterbelakangan masyarakat inilah yang kemudian menumbuhkan motivasi dan semangat bagi sosok Andi Idris untuk terus dan terus menggelorakan perjuangan guna mengupayakan peningkatan taraf kesejahteraan dan kemajuan bagi masyarakat pulau.
Dengan tidak segan-segan mengusulkan pengalihan alokasi pos anggaran yang dinilai mubazzir kepada program pembangunan yang dirasakan lebih bermanfaat bagi kemaslahatan rakyat, khususnya rakyat di daerah kepulauan. Atau bahkan sampai mencampuri urusan penempatan pegawai di daerah kepulauan yang relatif malas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Terkhusus, dalam pemenuhan kebutuhan tenaga guru pendidik di kalangan masyarakat pulau. Yang terkadang hanya sekedar nama bertugas di Pulau, akan tetapi realitas di lapangan justeru berbanding terbalik.
Dan Alhamdulillah, selama kurun empat tahun masa pengabdiannya sebagai wakil rakyat, Andi Idris telah berhasil membuktikan kemampuannya di dalam menunaikan pelaksanaan tugasnya sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar. Sebagaimana yang kini telah dinikmati dan dirasakan langsung oleh rakyat Pulau Pasitallu dan sekitarnya.



Sebelum menapaki karier politik sebagai Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar Periode 2004-2009 Andi Idris M sudah terlebih dahulu menyelesaikan pendidikan formalnya di mulai dari tingkat SD. Lalu setamat SD, ia melanjutkan sekoah di bangku Madrasah Tsanawiyah, kemudian masuk Madrasah Aliyah dan terakhir menuntaskan Study Sarjana di Universitas Muhammadiyah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam terkemuka di negeri ini.
Sampai akhirnya, bekal pendidikan Agama Islam berhasil menempah watak, dan karakter pribadi sosok Andi Idris, menjadi Insan yang senantiasa menjadikan ajaran Agama sebagai pedoman dasar dalam melakoni hidup dan kehidupan di atas permukaan dunia ini.
Termasuk untuk mengendalikan dirinya dari segala bentuk perbuatan tercela dan godaan penyelewengan keuangan negara yang dirasakan begitu kental pengaruhnya saat-saat ia menduduki kursi wakil rakyat. Apalagi, menurutnya jabatan wakil rakyat adalah amanah, kehormatan, dan perjuangan luhur rakyat yang harus senantiasa dijaga dengan dedikasi dan integritas yang tinggi.
Dalam kaitan itu, sekali lagi ia merasa sangat bersyukur karena selama menjadi Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar, Allah SWT masih tetap melindungi dirinya dari segala bentuk godaan duniawi.

Sebagai putra Pulau Pasitallu, berlibur ke kampung halaman tentunya senantiasa menjadi pilihan terbaik bagi sosok Andi Idris. Terlebih lagi, di kala kerinduan akan hangatnya suasana kebersamaan dan persahabatan antar sesama nelayan sesekali hadir membelenggu hatinya.
Walau pun, kini Andi Idris telah tampil menjadi Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Selayar. Akan tetapi, tidak banyak yang berubah dari pribadi putra Kabaena ini. Kecuali sesekali harus tampil memakai seragam safari atau jas, di kala ia akan menghadiri acara-acara formal. Selebihnya, tidak yang berubah. Pada waktu-waktu tertentu apalagi dalam pelaksanaan reses ke Pasitallu dan pulau-pulau di sekitarnya. Ia seakan begitu menikmati hidup di tengah alam terbuka.
Sambil sesekali bergaul dan bercengkrama dengan warga masyarakat nelayan, bahkan ia juga tidak jarang meluangkan waktunya untuk turun ke laut mendayun sampan sembari memancing atau pun untuk sekedar mandi di laut.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Membaca blog Anda saya terperangah, mengetahui bahwa Anda tidak teliti dan tidak cermat menulis sesuatu. Tulisan Anda itu baik sekali, seandainya Anda mau meluangkan waktu berburu referensi sebelum menerbitkannya di bloging Anda itu.

Anda menulis: “Mungkin dulunya, Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana yang terletak dalam wilayah pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara, hanyalah sebuah nama perkampungan nelayan kecil nun terpencil yang tidak memiliki nilai historis sama sekali.”

Jelas sekali, Anda tidak memiliki banyak referensi soal Kabaena, dan orang Moronene yang berdiam didalamnya. Kata “mungkin dulunya…” mengindikasikan ketidakmengertian Anda tentang objek yang Anda tulis. Ini fatal, Bung. Padahal, setahu saya, dalam blog Anda itu, Anda juga mengungkap telah berdialog dengan objek wawancara Anda, saudara Andi Idris, sekadar menggali dimana dia tinggal ketika kecil, bagaimana karateristik masyarakat aslinya, apa peran mereka dalam bingkai historik, Anda terlewat begitu saja.

Simak saja, tulisan Anda selanjutnya tentang Pulau Kabaena; “…hanyalah sebuah nama perkampungan nelayan kecil nun terpencil yang tidak memiliki nilai historis sama sekali.” Anda asal memungut asumsi pribadi Anda sendiri, tanpa usaha untuk mencari referensi yang tepat. Ini sangat mengganggu, khususnya saya, yang juga putra Kabaena. Personifikasi Anda tentang Kabaena terlampau hoperbolik tentang sesuatu dapat menciderai perasaan orang lain.

Kabaena adalah wilayah yuridiksi Kerajaan Bombana lampau, yang masih memiliki ikatan sejarah dan kebudayaan dengan Kerajaan Luwu. Raja (Mokole) Bombana Ke-I, Mokole Dendeangi adalah saudara kandung Sawerigading (Raja Luwu). Lalu, Kerajaan Bombana di pecah menjadi tiga kerajaan kecil semasa pemerintahan Mokole Bombana Ke-III, Mokole Nungkulangi. Karena memiliki tiga pewaris, maka Kerajaan Bombana di pecah menjadi tiga kerajaan; yakni Kerajaan Kabaena (diperintah Ratu Indaulu sbg Mokole Kabaena Ke-I atau Raja Bombana IV), Kerajaan Rumbia (diperintah Ratu Tina Sio Ropa sbg Mokole Rumbia Ke-I atau Raja Bombana IV), dan Kerajaan Poleang (diperintah Raja Ririsao sbg Mokole Poleang Ke-I atau Raja Bombana IV). Pembagian ini sekaligus mengakhiri era hierarki Kerajaan Bombana, dan dimulainya era ketiga kerajaan tadi.

Sepanjang sejarah Kerajaan Kabaena telah memerintah 25 Mokole. Beberapa Mokole yang terkenal adalah Ratu Indaulu, Mokole Maligana bergelar Rangka Ea, Mokole Manjawari bergelar Lapati/Sapati Rampagau, dan Mokole Haji Muhammad Yasin bergelar Dai Pu’u Roda. Namun dari keempat Mokole itu yang paling tersohor adalah Mokole Manjawari. Dalam periode kepemimpinan Mokole Manjawari, beliau berhasil menahan serangan pasukan Tobelo yang hendak menyerang pulau Buton, Muna dan Kabaena. Dalam sejarah Sulawesi Tenggara dikenal kisah tiga ksatria, yakni Mokole Manjawari, Murhum putra Raja Sugimanuru Lakilaponto Muna, dan Raja Luwu. Ketiganya berhasil menahan sekaligus memukul mundur pasukan Tobelo.

Karenanya, kekuasaan Mokole Manjawari kian diperkokoh di wilayah Kabaena dan Selayar. Itulah mengapa Mokole Manjawari, Raja Kabaena Ke-7, diberi gelar Sapati Rampagau dan Opu Selayar dengan wilayah kekuasaan meliputi Kabaena dan Selayar.

Menyimak fakta empirik tadi, tidakkah sedikit mencubit perasaan Anda, bahwa Kabaena, tempat yang Anda katakan sebagai sebuah kampung nelayan kecil dan tidak memiliki jejak historis sama sekali, ternyata memiliki Raja yang dahulu menguasai (kekuasaannya meliputi) kampung halaman Anda, Selayar.

Telaah kritis atas blog Anda telah saya sampaikan. Semoga Anda berbesar hati menerimanya, dan tidak teledor di lain waktu. Saya tidak berharap koreksi ini akan Anda muat dalam blog Anda. Saya menyukai gaya menulis Anda, jarang ada yang menulis lugas seperti itu. Tetapi akan lebih apik jika Anda melengkapi setiap catatan Anda itu dengan referensi yang akurat dan falid. Demikian, terima kasih.

Wasalam
Ilham Q. Moehiddin (H. Dawat Hitam)