Kapal nelayan berbendera Indonesia yang ditangkap oleh pihak maritim Australia karena dianggap pelanggaran wilayah laut, jumlahnya turun signifikan pada 2007.
Hal tersebut terungkap dari data yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Kamis, terkait kunjungan bersama pemerintah Indonesia dan Australia ke Probolinggo Jawa Timur untuk kampanye memerangi penangkapan ikan ilegal.
Pada tahun 2006, 359 kapal berbendera Indonesia telah ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia, sementara 49 lainnya disita perangkat dan hasil tangkapannya. Pada 2005 terdapat 279 kapal Indonesia yang ditangkap dan 325 disita.
Sementara itu untuk tahun ini hingga 30 April 2007, 26 kapal yang berbendera Indonesia telah ditangkap. Angka itu telah turun banyak jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2006, dimana 134 kapal penangkap ikan asing telah ditangkap.
Penurunan signifikan itu dicapai antara lain karena upaya keras yang dilakukan pemerintah Australia untuk mencegah penangkapan ikan ilegal. Pihak maritim Australia baru-baru ini telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp2,7 triliun untuk mencegah penangkapan ikan ilegal oleh warga negara asing di perairan Australia, dengan anggaran keseluruhan mencapai Rp3,5 triliun.
Selain itu, beberapa waktu terakhir pemerintah Indonesia --Departemen Kelautan dan Perikanan RI (DKP)-- dan Australia juga aktif mempromosikan upaya menentang penangkapan ikan ilegal.
Pejabat-pejabat dari DKP dan Kedutaan Besar Australia melaksanakan kunjungan bersama ke sejumlah daerah di Indonesia sebagai bagian dari kerjasama kedua negara untuk memerangi masalah penangkapan ikan secara ilegal.
Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melaksanakan kesepakatan antara Australia dan DKP untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye di Indonesia tentang dampak menangkapan ikan secara ilegal di Perairan Australia dan Indonesia. Kegiatan dalam kunjungan tersebut diantaranya adalah diskusi terbuka dengan masyarakat setempat dan diskusi dengan pemimpin masyarakat akar rumput setempat dan pemerintah setempat.
Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menerangkan bahwa kampanye penyadaran ini merupakan "bagian dari upaya penting untuk menjamin keberlangsungan sumberdaya perikanan di perbatasan kedua negara."
Kampanye tersebut membantu masyarakat nelayan dalam memahami bagaimana mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing negara. Tujuan bersama adalah di masa depan tidak ada lagi kegiatan penangkapan ikan ilegal sehingga tidak ada lagi nelayan ditangkap.
"Ini adalah masalah bersama bagi kedua negara dimana kita harus bekerjasama untuk menemukan jalan keluar yang praktis. Baik Indonesia maupun Australia mengalami masalah penangkapan ikan ilegal dari masyarakat asing. Kami sepakat untuk bekerjasama untuk memberantas kegiatan penangkapan ikan ilegal untuk mempertahankan stok ikan yang menjadi kebutuhan kita," kata Farmer.
Melalui kunjungan-kunjungan bersama itu, lanjut dia, pemerintah Australia juga ingin menginformasikan kepada masyarakat perikanan Indonesia akan konsekuensi yang berat yang diperoleh apabila melakukan penangkapan ikan di perairan Australia.
Pada Bulan Juni 2006, Parlemen Australia mengeluarkan undang-undang yang menyatakan tahanan tiga tahun penjara bagi nelayan yang tertangkap melakukan praktek penangkapan ikan ilegal di wilayah perairan Australia selain denda sebesar Rp6,1 milyar.
Menyadari bahwa masalah ini memiliki dimensi kawasan, menteri dari kedua negara pada pertemuan Australia - Indonesia pada Juni 2006 di Bali sepakat bahwa Australia dan Indonesia akan mengadakan Pertemuan Menteri untuk mendiskusikan hal-hal yang terkait dengan masalah penangkapan ikan ilegal.
Ke-sepuluh negara yang menghadiri Pertemuan Menteri di Bali pada tanggal 4 May 2007 yang dipimpin oleh Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Freddy Numberi, dan Menteri Perikanan, Kehutanan dan Konservasi Australia, Senator Eric Abetz, sepakat untuk bekerjasama dan berkolaborasi dalam mempromosikan kebiasaan menangkap ikan yang bertanggung jawab dan juga untuk memerangi penangkapan ikan secara ilegal.
Sementara itu pada 27-31 Mei 2007, tim dari DKP dan Kedutaan Besar Australia di Jakarta melaksanakan kunjungan bersama ke Probolinggo, Jawa Timur.
Tim tersebut juga dijadwalkan akan memberikan keterangan kepada media di Surabaya namun karena satu dan lain hal --antara lain adalah situasi di Pasuruan pasca bentrokan TNI AL dengan warga-- maka tim tersebut tidak dapat mencapai Surabaya di waktu yang telah disepakati sehingga acara dibatalkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar