Laman

Selasa, 24 November 2009

Sepekan Mengungkap Mitos Dibalik Situs Pekuburan Tua Selayar



Mengawali Perjalanan Dari Kota Daeng Makassar
Fotografer : Fadly Syarif
Reporter : Fadly Syarif
Hari itu mentari pagi baru saja menyembulkan cahayanya di atas langit kota Makassar saat Panorama Selayar bertolak meninggalkan Kompleks Perumahan Antang menuju Kabupaten Kepulauan Selayar dengan mengendarai sepeda motor.
Demi untuk mengejar kapal ferry yang biasanya meninggalkan pelabuhan Bira, Kabupaten Bulukumba pada pukul 15.30 WITA, Panorama Selayar harus menerobos kemacetan arus lalu lintas di sepanjang jalan Poros Sungguminasa Kabupaten Gowa.
Dengan kecepatan 90 kilometer perjam Panorama Selayar terus menancap laju motornya tanpa kenal lelah ditengah teriknya panas matahari yang memekakkan kepala. Hingga akhirnya, tepat pukul 12.00 WITA Panorama Selayar pun menepikan motor di Restoran Bawakaraeng, Kabupaten Bantaeng untuk sekedar bersantap siang, sebelum melanjutkan perjalanan panjangnya ke Pelabuhan Bira Bulukumba.
Usai bersantap siang dan mendinginkan mesin motor yang dikendarainya Panorama Selayar kembali melanjutkan perjalanan melintasi jalan rusak di sepanjang jalan poros Kabupaten Bantaeng.
Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam setengah, Panorama Selayar pun tiba dengan selamat di Pelabuhan Bira Bulukumba untuk kemudian menumpangi kapal ferry Bontoharu menuju pelabuhan Pamatata Kabupaten Kepulauan Selayar.
Sesuai jadwal pemberangkatan, tepat pukul 15.30 WITA kapal ferry KMP Bontoharu pun melepas tambang di Pelabuhan Bira. Dengan geraknya yang perlahan tapi pasti, KMP. Bontoharu pun mulai berputar meninggalkan areal kolam pelabuhan.
Gugusan pulau-pulau kosong tak berpenghuni tampak berderet memanjang dengan panorama alam pepohonannya yang menghijau, membuat pengunjung seakan tak pernah bosan untuk datang bertandang ke daerah berjuluk Bumi Tanadoang ini.
Memasuki perairan Kabupaten Kepulauan Selayar, ikan lumba-lumba dan burung camar yang terbang bebas di udara seakan mengucapkan selamat datang kepada para penumpang ferry hari itu.
Tepat pukul 18.00 WITA kapal ferry KMP. Bontoharu merapat dengan selamat di dermaga Pamatata Kabupaten Kepulauan Selayar. Dari areal terminal dermaga para petugas pelabuhan tampak terlihat sibuk berkemas mempersiapkan kapal bersandar. Beberapa parkiran kendaraan angdes (angkutan pedesaan) juga terlihat mewarnai pelataran terminal pelabuhan untuk menjemput para penumpang kapal yang tidak sempat terangkut armada bus AKDP.
Sedang disepanjang pesisir pantai, perahu tradisional nelayan tampak berderet teratur melambangkan daerah itu adalah merupakan kabupaten kepulauan. Begitu kapal ferry merapat dengan selamat, satu persatu kendaraan mulai turun dari kapal untuk selanjutnya menuju ke pusat ibukota Benteng.
Setelah satu persatu mobil turun dari kapal, Panorama Selayar pun ikut menyusul dan selanjutnya memacu motornya menuju Kota Benteng dengan melintasi jalan darat berombak sekitar satu jam lamanya.
Setibanya di kota Benteng, ruas-ruas jalan mulai tampak sunyi dari lalu lalang kendaraan. Hanya beberapa orang Jemaah Mesjid yang terlihat baru keluar dari Mesjid seusai mnunaikan shalat Isya.
Karena kelelahan, Panorama Selayar pun tetap melanjutkan perjalanan menuju Hotel Selayar Beach untuk beristrahat menunggu pergantian hari. Sebuah hotel mewah yang berada di kawasan pesisir pantai kota Benteng.
Sehabis cek in, dengan menenteng tas Panorama Selayar pun memasuki kamar yang sedari tadi telah dipersiapkan Reception Hotel setempat untuk mandi dan selanjutnya beristrahat.
Ke esokan harinya, begitu mentari pagi menyembulkan cahayanya, Panorama Selayar pun terbangun dari tidur panjang dan membuka jendela kamar sembari menatap pemandangan pantai Benteng dengan suasana perairannya yang teduh bak air dalam kolam
Dari kejauhan samar-samar beberapa perahu tradisional jenis jarangkak (dalam dialek bahasa Selayar), tampak lalu lalang melintas ke arah pasar Sentral Benteng untuk membongkar ikan hasil tangkapan mereka.
Wajar, bila Kabupaten Kepulauan Selayar kemudian dijuluki Bumi Tanadoang karena bentuknya memang mirip seekor udang yang sedang melengkung dengan sejuta potensi lautnya yang tak ternilai oleh rupiah.
Usai mandi dan menikmati santapan sarapan pagi, nasi goreng ala Selayar Beach Hotel dengan suguhan secangkir Coffe panas, Panorama Selayar pun bergegas menuju ke motor dan memanaskan mesin selama beberapa menit.
Barulah setelah itu, Panorama Selayar melajukan kendaraannya menuju pekuburan tua Appabatu di ujung utara Kota Benteng. Sebuah pekuburan yang berada di atas perbukitan dengan 36 buah anak tangga. Bahkan, sampai sekarang segelintir masyarakat di daerah ini masih meyakini lokasi pekuburan tersebut sebagai pekuburan keramat.
Saking keramatnya, hampir pada setiap malam Jumat ada-ada saja warga masyarakat yang datang ke lokasi ini untuk bertapa meminta nomor buntut alias nomor togel. Warga yang kerap bertapa di pekuburan tersebut juga meyakini kalau hampir setiap menitnya batu nisan di kuburan ini dipastikan akan semakin tinggi dari ukuran normalnya.
Tidak jauh dari lokasi pekuburan tua Appabatu Panorama Selayar juga sempat menyambangi sebuah liang yang tepat berada di bawah kaki pekuburan.
Dari liang dan pekuburan Appabatu, perjalanan berlanjut ke rumah adat dan pekuburan tua Desa Parak, serta pekuburan tua Desa Mare-Mare. Lokasi pekuburan tua Desa Mare-Mare terletak tidak jauh dari permandian Ere Mata.
Setelah itu, penelusuran berlanjut ke lokasi pekuburan tua Bonto Kadieng. Sebuah pekuburan yang terletak di Dusun Mare-Mare, Desa Mare-Mare, Kecamatan Bontomanai.
Menurut penuturan salah seorang kepala dusun di desa itu, dulunya setiap kali ada warga setempat yang akan meninggal dunia, kuburan Bonto Kadieng akan mengeluarkan suara ledakan yang Maha dahsyat.
Semenjak itu pula, warga juga meyakini kalau pekuburan Bontokadieng yang berjarak sekitar dua kilo dari pusat ibukota Desa Mare-Mare adalah pekuburan keramat.
Hampir sama halnya dengan kisah Kuburan Syekh Yusuf di kawasan Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Di mana sebahagian warga Desa Mare-Mare juga masih percaya dan kerap bertapa di lokasi pekuburan Bonto Kadieng untuk mencari peruntungan nasib melalui persembahan tetesan darah kerbau atau seekor kambing yang disembelih hidup-hidup di dalam lokasi pekuburan tersebut, kemudian dibagikan dan disantap bersama oleh warga yang hadir dalam ritual upacara tersebut.
Usai menyusuri legenda kuburan Bonto Kadieng, perjalanan Panorama Selayar berlanjut ke lokasi obyek wisata kolam renang Eremata. Kolam renang yang pada awalnya menjadi lokasi rekreasi primadona warga Kabupaten Kepulauan Selayar. Sebelum kemudian, lokasi wisata itu disegel oleh pemilik tanah bernama Patta Bau Krg Tjindrapole berdasarkan ketetapan kitab UU KUHP Pasal 167 ayat 1 (satu).
Padahal, seandainya lokasi ini tidak keburu disegel pemilik tanah, selain dapat dijadikan sebagai kolam renang dan sumber mata air bersih PT. PDAM, kolam renang Ere Mata juga cukup potensial untuk dijadikan lokasi pengembangan pembibitan ikan dan udang. Hal itu dibuktkan dengan banyaknya ikan dan udang yang keluar masuk dari salah satu bagian kolam saatPanorama Selayar bertandang.
Mare-Mare lokasi pengembangan ternak
Desa Mare-Mare, Kecamatan Bontomanai, ternyata tidak hanya kaya akan khasanah wisata sejarah & budaya. Menurut Kadus Mare-Mare, Andi Tamrin, “sejak pertama kali berdirinya kampung ini telah dlirik warga sebagai wilayah pengembangan ternak jenis kerbau dan kambing”.
Tidak heran, jika saat Panorama Selayar datang mengunjungi kampung ini begitu banyak ternak kambing dan kerbau yang berkeliaran pada sejumlah ruas jalan perkampungan, tanpa terkecuali di sungai Dolak.
Dikatakan potensial, karena wilayah kampung Dolak memang dikelilingi oleh tumbuhan rerumputan liar dan semak belukar, selain juga terdapat beberapa anak sungai kecil.
Mata pencaharian warga di kampung ini dominasi kaum peternak, dan petani. Khususnya, petani kopra, kakao, jambu mente, jambu batu, mangga dan vanili. Sebahagian diantaranya, merupakan buruh penambang galian gol C jenis, batu kerikil dan pasir sungai. Sedang sisanya terdiri atas PNS dan pedagang barang campuran jenis kebutuhan warga.
Mare-Mare perkampungan bambu
Mungkin, saat ini sudah sangat jarang kita bisa menjumpai perkampungan yang dikelilingi rerimbunan pohon bambu. Tidak sepertihalnya yang terlihat di Desa Mare-Mare. Di mana, hampir seperdua wilayahnya ditumbuhi oleh ribuan batang pohon bambu dan pohon palem, atau yang dalam bahasa Selayar kerap disebut pohon ihusu.
Warga masyarakat pedesaan Kabupaten Kepulauan Selayar, kerap menjadikan daun palem kering sebagai pengganti tali untuk pengikat barang-barang bawaan saat akan berangkat ke luar Selayar.
. Panas matahari kian menyengat, saat tim liputan Panorama Selayar akan meninggalkan Desa Mare-Mare. Namun, alangkah terperanjaknya tim liputan media ini setelah secara tdak sengaja kakinya tersandung pada sebuah benda berbentuk tengkorak kepala binatang.
Fosil kepala binatang yang diperkirakan berusia ratusan tahun ini ditemukan tergelatak tidak jauh dari anak sungai Dolak, tempat warga kerap melakukan aktivitas penambangan pasir sungai dan batu kerikil.
Penemuan fosil yang berlangsung sekitar pukul 10. 04 WITA ini kemudian langsung dilaporkan kepada Kepala Dusun Dolak, yang selanjutnya menjemput dan mengamankan fosil tersebut ke rumahnya.
Lelah mengelilingi Desa Mare-Mare Panorama Selayar kembali melajukan kendaraannya menuju ke Kelurahan Batang Mata, Kecamatan Bontomate’ne. Di kelurahan Bontomate’ne, Panorama Selayar menyempatkan waktu menyambangi sebuah kawasan pekuburan tua yang berlokasi di jalan poros SMA Negeri 1 Bontomate’ne.
Memasuki lokasi pekuburan, Panorama Selayar harus terlebih dahulu melewati pintu pagar besi berwarna merah yang mulai terlihat karatan termakan usia. Setelah itu, barulahPanorama Selayar menapaki 33 buah anak tangga untuk bisa mengabadikan gambar pekuburan yang tampak mulai berserakan dan ditutupi rerumputan liar.
Usai mengunjungi kuburan tua Bontomate’ne, Panorama Selayar juga sempat meluangkan waktu untuk singgah mengabadikan gambar meriam kuno di perumahan dinas Camat Bontomate’ne. Meski tak ada lagi yang tahu persis seperti apa sejarah keberadaan meriam kuno yang diletakkan di pekarangan rumah dinas camat tersebut..
Maklum, hampir tidak ada lagi pelaku sejarah masa lalu yang bertahan hidup di Kabupaten Kepulauan Selayar. Mereka semua telah lebih awal dipanggil Sang Khalik. Sehingga tidak ada lagi saksi sejarah yang mampu bercerita tentang peninggalan benda-benda bersejarah di daerah penghasil jeruk manis ini.
Hari menjelang sore, tapi perjalanan Panorama Selayar tak kunjung berakhir. Pasalnya, dari perumahan dinas Camat Bontomate’ne, Panorama Selayar masih harus menuju ke lokasi Liang Ereposo, salah satu obyek wisata alam menyerupai gua yang terletak sekitar 2 kilometer dari ibukota Desa Barat Lambongan.
Infrastruktur jalan beraspal mulus membuat para pengunjung dapat menempuh lokasi ini selama 5 (lima) menit dari ibukota Desa Barat Lambongang dengan mengendarai sepeda motor mau pun.kendaraan roda empat (mobil pribadi, red)
Sepanjang jalan menuju lokasi liang Ereposo pengunjung dapat menyaksikan indahnya pemandangan panorama alam pantai dengan hamparan pasir putihnya yang lembut nun menawan.
Deretan pepohonan kelapa yang tumbuh rapi di sisi kiri kanan jalan menambah indah pemandangan alam sekitar. Belum lagi bila pengunjung sempat menyaksikan penataan areal perkebunan warga yang dilengkapi bangunan peristrahatan seadanya.
Memasuki mulut liang yang dihuni beragam satwa burung tersebut pengujung harus melewati 16 buah anak tangga yang terbuat dari bahan baku semen. Saat pengunjung bertandang ke liang Ereposo, seketika itu pula burung-burung penghuni kawasan liang akan beterbangan keluar masuk seakan memberi penghormatan dan ucapan selamat datang kepada para pengunjung.
Aroma harum mirip bau sabun mandi yang menyeruak dari dalam mulut liang Ereposolah yang kemungkinannya membuat burung-burung ini hidup betah di dalam liang. Selain mereka memang sedikit aman dari incaran para pemburu satwa liar, perusak lingkungan hidup.
Sayang sekali, Panorama Selayar hanya bisa mengabadikan gambar sampai di mulut liang saja. Karena, untuk memasuki mulut liang ini dibutuhkan perlengkapan penerangan yang complete dan tidak cukup hanya dengan perbekalan lampu senter saja.
Kades Barat Lambongang menjelaskan, “bila kurang hati-hati, pengunjung yang akan memasuki kawasan obyek wisata ini sewaktu-waktu dapat terjungkal masuk ke dasar liang” sebab kondisi liang yang terjal dan gelap.
Tak jauh dari lokasi liang Ereposo terdapat pula puing-puing pondasi bangunan dan sebuah kolam. Menurut penjelasan Kades Barat Lambongan, kolam dan pondasi ini merupakan saksi bisu, bahwa pada era tahun 1950-an pernah berdiri sebuah Mesjid tua ex. Kampung Ereposo.
Sekitar 100 meter dari lokasi tersebut, pengunjung lagi-lagi akan menjumpai sebuah kolam air yang tepat berada di tengah lahan perkebunan warga. Sebuah benda mati yang kini menjadi saks,i bahwa jauh sebelum era kemerdekaan bangsa Indonesia, di lokasi tersebut pernah berdiri sebuah bangunan sekolah dasar.
Perjalanan Panorama Selayar berakhir di pekuburan tua Dusun Bonelohe, Desa Bungaiya. Walau pun sebenarnya masih terdapat begitu banyak lokasi obyek wisata menarik di Kecamatan Bontomate’ne antara lain : Gua Turoang, yang berlokasi di bagian selatan Je’ne Ki’ki. Dengan stalastik mulut gua yang indah, membentuk sebuah payung mirip singgasana seorang penguasa tertinggi di zaman kerajaan, merupakan salah satu daya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
Selain itu, masih terdapat pula obyek wisata Liang Kapea, Liang Je’ne Ta’tala, Liang Turoan Toru, dan Liang Tumatea di belakang kampung Patori. Disebut Liang Tumatea, sebab jauh sebelum manusia mengenal agama, konon kabarnya jenazah warga kampung yang meninggal dunia akan diantar dan semayamkan pada beberapa tempat di dalam liang.
Tak heran, jika sampai sekarang pengunjung yang datang bertandang ke lokasi ini masih dapat menjumpai begitu banyak peti mati berisi tengkorak tubuh manusia. Di liang Turoan Toru sendiri, menurut warga setempat berdiri sebuah patung seorang wanita yang tengah mengayunkan sebatang anak lesung.
Sementara itu, di bagian ujung utara Dusun Bonelohe terdapat sebuah lokasi pekuburan bernama Ku’bang yang merupakan singkatan dari Kuburan Bangsawan. menariknya, ukuran besar kuburan di lokasi ini nyaris menyamai rumah penduduk pada umumnya.(*)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

LOKASI YANG DI TULIS SEMUANYA DI WILAYAH PULAU SELAYAR BAGIAN SELATAN, UNTUK BAGIAN UTARA DARI TANA BAU SAMPAI APPATANAH KAN ADA JUGA SITUS2 SEPERTI YANG TERSEBUT DI TAS. MOHON DI UNGKAP JUGA YA !!!