Laman

Sabtu, 04 April 2009

Tidak Perlu Banyak Bicara “Saatnya Berbuat Untuk Rakyat”



Hari itu jam baru menunjukkan pukul 07. 00 pagi hari, ruangan-ruangan di sekitar gedung DPRD Selayar pun masih tampak lengang, tidak ada aktivitas berarti yang terlihat di sekitar ruang Sekretariat gedung wakil rakyat itu.
Akan tetapi, salah seorang anggota DPRD Selayar sudah tampak melangkah tergopoh-gopoh menuju ruang bendahara sekretariat DPRD dan tanpa basa-basi ia langsung bertanya, kapan uang tunjangan perumahan cair ?, celutuk sang anggota DPRD. Tak sekali pun ada diantara anggota DPRD yang pernah menanyakan, berapa aspirasi rakyat yang akan menjadi topik bahasan di dalam rapat-rapat komisi, ataupun rapat-rapat fraksi.
Hal inilah yang kemudian mengetuk pintu hati seorang Fadly Syarif untuk mencoba menerobos tantangan menuju gerbang gedung wakil rakyat itu, meski banyak orang beranggapan bahwa menjadi wakil rakyat tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apatah lagi, bila ia tidak punya modal finansial.
Akan tetapi, hal itu tak sedikit pun menyurutkan langkahnya untuk tetap ikut berkompetisi dalam kancah Pemilu Legislatif pada tahun 2009 mendatang. Baginya, modal finansial bukanlah barometer yang dapat digunakan untuk menentukan mampu tidaknya, seseorang dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat atau pun hak-hak konstituennya.
Terbukti, genap lima tahun sudah rakyat Kabupaten Selayar nyaris tidak merasakan keterwakilan mereka di lembaga gedung wakil rakyat yang nota bene telah dibangun dari tetesan keringat rakyat.
Dan selama kurun waktu lima tahun itu pula, mereka seolah di nina bobokkan dalam buaian janji-janji manis para wakil rakyat yang secara terang-terangan telah mencatut nama mereka untuk mendapatkan kursi di gedung mewah yang berdiri kokoh di Jl. Ahmad Yani Benteng Selayar itu.
Akan tetapi, tidak ada yang aneh dari sikap para wakil rakyat tersebut. Pasalnya, mereka sudah lebih awal membayar suara rakyat dengan suntikan many politik saat pelaksanaan kampanye. Saat ini rakyat tidak lagi butuh teori, karena sekarang ini yang terpenting bagi mereka adalah sejauhmana sebuah program mampu menyentuh secara langsung terhadap kebutuhan vital mereka.
Khususnya, yang berkaitan langsung dengan upaya untuk mendongkrak taraf kehidupan rakyat miskin dan tidak mampu serta upaya peningkatan status Puskesmas Pembantu (Pustu) menjadi Puskesmas dan menambah daerah penyebarannya di seluruh kawasan daerah terpencil yang selama ini nyaris tidak tersentuh pelayanan kesehatan.
Dan yang terakhir adalah program peningkatan mutu dan kualitas dunia pendidikan melalui kegiatan rehabilitasi gedung sekolah, perumahan guru dan ketenaga pendidikan lainnya.

1 komentar:

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi
dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan
mestinya berhak mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" dan menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675