Laman

Senin, 06 April 2009

Adat Tradisi Perkawinan Ala Bajo



Orang-orang Bajo di Pulau Rajuni, dan pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate, Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, punya tradisi unik dalam melaksanakan pesta perkawinan. Mereka mengibarkan bendera, tergantung pada kelas sosial seseorang. Citizen reporter Ivan Firdaus yang mengunjungi pulau terpencil itu menuliskan kesan-kesannya.(p!)

Serombongan lelaki yang memanggul miniatur rumah panggung yang terbuat dari bambu sudah tampak di depan halaman rumah. Siang itu, dengan diiringi gadis-gadis di barisan belakang, mereka sedang mengantarkan erang-erang (secara harafiah bisa diartikan sebagai barang bawaan) dari calon pengantin pria kepada pengantin wanitanya. Semilir angin dan terik matahari yang menerpa pulau seolah-olah “bersekongkol” dengan kegembiraan anak-anak yang riuh, menyaksikan pesta yang segera menjadi peristiwa paling penting di Pulau Rajuni hari itu.

Ini adalah perkawinan sepasang pengantin Bajo (Bagai Sama’, To Sama) di salah satu pulau di kawasan pulau-pulau Taka Bonerate, Kabupaten Selayar. Sebagaimana layaknya kehidupan pulau, pesta perkawinan adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu, bukan hanya oleh dua kekasih dan keluarganya, tapi juga oleh seluruh penduduk pulau.
Orang Bajo yang melaksanakan pesta perkawinan atau pesta lainnya seperti sunatan dan syukuran, senantiasa melaksanakan beberapa ritual adat. Jika seseorang mempunyai darah Bajo, ritual-ritual itu malah menjadi keharusan dalam setiap pelaksanaan pesta.

Acara perkawinan ini didahului dengan a’bantang (ritual tolak bala dan pembersihan/pemberkatan) bagi calon pengantin. Lalu diadakan pemasangan kelambu dan campaniga (hiasan tempat tidur pengantin), pengibaran bendera Lolo Bajo dan Ula-Ula, serta pemukulan gandah (gendang). Ritual appacci dan pemakaian lamming (hiasan rumah pengantin) yang diadopsi dari tradisi Bugis-Makassar serta barasanji berupa lagu-lagu pujian bagi Nabi Muhammad SAW juga melengkapi ritual hari itu. Tentu saja ‘budaya modern’ seperti hiburan musik elekton tidak pula ketinggalan.

Khusus pengibaran bendera Lolo Bajo yang berwarna kuning, bergambar pedang dan bertuliskan huruf Arab, dilakukan setelah pihak pengantin wanita menerima erang-erang yang dibawa oleh pihak pengantin pria. Pengibaran Lolo Bajo ini diiringi oleh lemparan beras putih oleh tetua adat (biasanya perempuan) dan alunan irama gendang (gandah sanro, yang dalam tradisi Makassar disebut sebagai Tunrung Pa’bballe).

Tidak ada komentar: